KEBIJAKAN PERUBAHAN DAN PEMBAHARUAN KURIKULUM PENDIDIKAN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keterlibatan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi
sungguh sangat menentukan untuk keberhasilan pembangunan. Kemampuan membangun
hanya dapat dicapai melalui pendidikan[1].
Pendidikan dapat dilakukan melalui pendidikan formal dan non formal. Melalui upaya
tersebut diharapkan dapat tumbuh kembang seluruh potensi sumber daya yang
religius, penuh kesadaran, berkepribadian, cerdas, berkarakter, berperilaku
serta memiliki kreativitas tinggi sehingga siap dan mampu serta proaktif untuk
mengisi pembangunandan tantangan zaman yang selalu berubah.
Kondisi nyata saat ini yang dihadapi bangsa salah satunya adalah masih
rendahnya mutu dan pemerataan pendidikan pada setiap jenjang dan satuan
pendidikan. Pada hal, untuk mengukur daya saing suatu bangsa dipengaruhi oleh
tiga hal penting; pertama, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi suatu bangsa; kedua, kemampuan manajemen suatu bangsa; ketiga,
kemampuan sumber daya manusia.[2]
Bercermin dari keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan
standar minimal pendidikan warganya melalui wajib belajar pendidikan dasar 9
(sembilan) tahun[3],
kemajuan IPTEK, globalisasi dan semangat otonomi daerah, pemerintah mengeluarkan
kebijakan standar minimal pendidikan warganya hingga jenjang pendidikan
menengah atas (12 tahun)[4].
Kebijakan pemerintah ini merupakan upaya nyata untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia melalui kesempatan akses dan pemerataan pendidikan pada masyarakat.
Hal ini juga sebagai usaha dalam mencapai pendidikan yang bermutu, beradab, dan
yang dapat memanusiakan manusia perlu memperhatikan prinsip pendidikan
sepanjang hayat (lifelong education) dan memperhatikan empat pilar (sendi)
pendidikan, yakni[5]:
(1) learning to know (belajar untuk
mengetahui), (2) learning to do
(belajar dengan berbuat), (3) learning to
be (belajar menjadi seseorang), dan (4) learning
to live together with to live others (belajar hidup bersama) dalam
pelaksanaannya.
Menurut Bambang
Indriyanto[6],
upaya peningkatan mutu pendidikan secara konvensional terdapat kecenderungan selalu
dikaitkan dengan ketersediaan sarana dan prasana pendidikan yang memadai, serta
kompetensi guru. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak
sepenuhnya betul. Ada komponen lain yang jarang disentuh yaitu kurikulum. Lebih
lanjut menurutnya, kurikulum merupakan instrumen strategis bagi upaya
peningkatan mutu pendidikan.
Kurikulum
sebagai instrumen peningkatan mutu pendidikan terdiri dari tiga entitas yaitu
tujuan, metode, dan isi. Peningkatan kompetensi guru dan penyediaan sarana dan
prasarana pendidikan hanya akan memberikan makna bagi peserta didik jika
diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum.
Pada konteks Sistem Pendidikan Nasional rumusan tersebut dirumuskan pada
Standar Kompetensi Lulusan (SKL)[7].
Untuk menjamin agar SKL tersebut dapat dicapai maka kegiatan belajar mengajar
tersebut dilengkapi dengan tujuh standar[8]
lainnya yaitu standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan, standar penilaian pendidikan.
Kurikulum
2013 sebagai bagian dari intervensi peningkatan mutu pendidikan, tentu tidak
bisa bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan tujuh Standar Nasional Pendidikan (SNP). Sementara
itu, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tetap menjadi bagian Kurikulum
2013 yang berbasis kompetensi. Satuan pendidikan tetap mempunyai kewenangan
untuk mengembangkan kurikulum sendiri yang sesuai dengan kondisi satuan
pendidikan tersebut.
Dalam strategi perubahan dan pengembangan kurikulum diperlukan sebuah
dataran konseptual yang bersifat praktis maupun teoritis sehingga perubahan dan
pengembangan kurikulum dapat diaplikasikan dan diimplementasikan dengan baik di
setiap satuan pendidikan.
Selengkapnya...