KEBIJAKAN PERUBAHAN DAN PEMBAHARUAN KURIKULUM PENDIDIKAN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keterlibatan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi
sungguh sangat menentukan untuk keberhasilan pembangunan. Kemampuan membangun
hanya dapat dicapai melalui pendidikan[1].
Pendidikan dapat dilakukan melalui pendidikan formal dan non formal. Melalui upaya
tersebut diharapkan dapat tumbuh kembang seluruh potensi sumber daya yang
religius, penuh kesadaran, berkepribadian, cerdas, berkarakter, berperilaku
serta memiliki kreativitas tinggi sehingga siap dan mampu serta proaktif untuk
mengisi pembangunandan tantangan zaman yang selalu berubah.
Kondisi nyata saat ini yang dihadapi bangsa salah satunya adalah masih
rendahnya mutu dan pemerataan pendidikan pada setiap jenjang dan satuan
pendidikan. Pada hal, untuk mengukur daya saing suatu bangsa dipengaruhi oleh
tiga hal penting; pertama, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi suatu bangsa; kedua, kemampuan manajemen suatu bangsa; ketiga,
kemampuan sumber daya manusia.[2]
Bercermin dari keberhasilan pemerintah dalam meningkatkan
standar minimal pendidikan warganya melalui wajib belajar pendidikan dasar 9
(sembilan) tahun[3],
kemajuan IPTEK, globalisasi dan semangat otonomi daerah, pemerintah mengeluarkan
kebijakan standar minimal pendidikan warganya hingga jenjang pendidikan
menengah atas (12 tahun)[4].
Kebijakan pemerintah ini merupakan upaya nyata untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia melalui kesempatan akses dan pemerataan pendidikan pada masyarakat.
Hal ini juga sebagai usaha dalam mencapai pendidikan yang bermutu, beradab, dan
yang dapat memanusiakan manusia perlu memperhatikan prinsip pendidikan
sepanjang hayat (lifelong education) dan memperhatikan empat pilar (sendi)
pendidikan, yakni[5]:
(1) learning to know (belajar untuk
mengetahui), (2) learning to do
(belajar dengan berbuat), (3) learning to
be (belajar menjadi seseorang), dan (4) learning
to live together with to live others (belajar hidup bersama) dalam
pelaksanaannya.
Menurut Bambang
Indriyanto[6],
upaya peningkatan mutu pendidikan secara konvensional terdapat kecenderungan selalu
dikaitkan dengan ketersediaan sarana dan prasana pendidikan yang memadai, serta
kompetensi guru. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak
sepenuhnya betul. Ada komponen lain yang jarang disentuh yaitu kurikulum. Lebih
lanjut menurutnya, kurikulum merupakan instrumen strategis bagi upaya
peningkatan mutu pendidikan.
Kurikulum
sebagai instrumen peningkatan mutu pendidikan terdiri dari tiga entitas yaitu
tujuan, metode, dan isi. Peningkatan kompetensi guru dan penyediaan sarana dan
prasarana pendidikan hanya akan memberikan makna bagi peserta didik jika
diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum.
Pada konteks Sistem Pendidikan Nasional rumusan tersebut dirumuskan pada
Standar Kompetensi Lulusan (SKL)[7].
Untuk menjamin agar SKL tersebut dapat dicapai maka kegiatan belajar mengajar
tersebut dilengkapi dengan tujuh standar[8]
lainnya yaitu standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan, standar penilaian pendidikan.
Kurikulum
2013 sebagai bagian dari intervensi peningkatan mutu pendidikan, tentu tidak
bisa bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan tujuh Standar Nasional Pendidikan (SNP). Sementara
itu, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tetap menjadi bagian Kurikulum
2013 yang berbasis kompetensi. Satuan pendidikan tetap mempunyai kewenangan
untuk mengembangkan kurikulum sendiri yang sesuai dengan kondisi satuan
pendidikan tersebut.
Dalam strategi perubahan dan pengembangan kurikulum diperlukan sebuah
dataran konseptual yang bersifat praktis maupun teoritis sehingga perubahan dan
pengembangan kurikulum dapat diaplikasikan dan diimplementasikan dengan baik di
setiap satuan pendidikan.
1.2. Fokus Kajian
Banyak hal dan fakta untuk dijadikan sebagai
bahan komtemplasi (renungan) dalam dunia pendidikan Indonesia,
diantaranya data penilaian Human Development Index (HDI) tahun 2011.
Kualitas pendidikan yang punya korelasi dengan kualitas SDM punya urutan buruk.
Kualitas SDM Indonesia menurut Human Development Index
2011 yang di release November 2011, ternyata Indonesia berada diurutan ke 124.
Merujuk pada hal tersebut di atas, pemerintah
menyikapinya dengan melakukan perubahan dan pengembangan pada kurikulum 2013.
Upaya ini, sebagai strategi untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Walaupun
sangat disadari, untuk meningkatkan kualitas pendidikan selain kurikulum
terdapat sejumlah faktor diantaranya: lama siswa bersekolah; lama siswa tinggal
di sekolah; pembelajaran siswa aktif berbasis kompetensi; buku pegangan atau
buku babon; dan peranan guru sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan.
Perubahan dan pengembangan kurikulum merupakan suatu hal
yang penting karena kurikulum bagian dari program pendidikan. Tujuan utamanya
adalah meningkatkan kualitas pendidikan dan bukan semata-mata hanya
menghasilkan suatu bahan pelajaran. Kurikulum tidak hanya memperhatikan
perkembangan dan pembangunan masa sekarang tetapi juga mengarahkan perhatian ke
masa depan. Tujuan pendidikan
sekolah lebih luas dan kompleks karena dituntut selalu sesuai dengan perubahan.
Kurikulum harus selalu diperbarui sejalan dengan perubahan itu. Untuk mencapai
tujuan pendidikan yang ditetapkan, kurikulum harus disusun secara strategis dan
dirumuskan menjadi program-program tertentu. Karena harus selalu relevan dengan
perubahan masyarakat, penyusunan kurikulum harus mempertimbangkan berbagai
macam aspek seperti perkembangan anak, perkembangan ilmu pengetahuan,
perkembangan kebutuhan masyarakat dan lapangan kerja dan sebagainya.
Sudah barang tentu untuk keberhasilan dalam
pelaksanaan kurikulum 2013 ini, diperlukan kesiapan seluruh komponen terkait
terlebih pada tataran operasional pelaksananya. Untuk itu, perlu dirumuskan strategi implementasinya.
1.3. Rumusan Masalah
Orientasi Kurikulum 2013 adalah terjadinya peningkatan
dan keseimbangan antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill) dan
pengetahuan (knowledge). Hal ini
sejalan dengan amanat UU No. 20 Tahun 2003 sebagaimana tersurat dalam
penjelasan Pasal 35: kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan
yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar
nasional yang telah disepakati. Hal ini sejalan pula dengan pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan
mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.
Permasalahan
yang dirumuskan dalam tulisan ini dan diharapkan mampu menjawab permasalahan manajemen
kurikulum 2013 kaitannya dengan manajemen pendidikan, yang terurai pada “Kebijakan
Perubahan dan Pengembangan Kurikulum
2013”. Dengan mengetahui berbagai
permasalahan terjadi terkait dengan hal tersebut, diharapkan adanya sinergi dalam
mengoptimalkan implementasi kurikulum 2013 pada tataran pelaksanaannya sehingga
dapat berjalan dengan baik.
1.4. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.
Mengidentifikasi penyebab perubahan dan pengembangan pada kurikulum 2013.
2.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dan
pengembangan pada kurikulum 2013.
3.
Merumuskan strategi implementasi
kurikulum 2013..
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Isu Kritis Pendidikan Kini
Mencermati kebijakan pendidikan di
Indonesia saat ini, akan dijumpai beberapa isu dan indikasi yang sangat tidak
kondusif dan kritis untuk mewujudkan kemajuan pembangunan pendidikan. Secara
kasat mata dapat terlihat pada kebijakan pendidikan dan program pendidikan
dilaksanakan tanpa kajian teori dan empiris, pendidikan Indonesia masih penuh
dengan berbagai gejala reaktif (hit and
error) serta cekik dan peras (kick
and rush). Hal itu disebabkan banyak kebijakan dan berbagai program
dijalankan tanpa kajian teori dan empiris.
Merujuk pada fakta di atas memunculkan
beberapa isu yang pantas dikritisi tentang kebijakan pendidikan saat ini sehingga
menjadi polemik, yaitu:
a. Anggaran Pendidikan yang sarat rekayasa, UUD 1945 Pasal
31 Ayat (4) dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) dinyatakan bahwa anggaran pendidikan harus mencapai 20 persen dari
APBN/APBD. Namun hingga kini, anggaran pendidikan 20 persen yang disyaratkan
konstitusi tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan. Pemerintah dan DPR telah
merumuskan formulasi anggaran pendidikan 20 persen adalah murni anggaran
pendidikan, tidak termasuk gaji pendidik dan biaya kedinasan. Namun, sejak
dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 24/PUU-IV/2007 pada 20
Februari 2007, gaji pendidik dan biaya kedinasan dihitung sebagai bagian dari
anggaran pendidikan.
Menurut
Wikileaks, implementasi belanja pendidikan tetap tidak sesuai dengan amanat
Undang-undang. Hal itu diperparah dengan kurang adanya transparansi dalam
proses anggaran tersebut. Sebagai contoh; penyaluran dan penggunaan dana BOS
yang sering terlambat dan berganti-ganti sistem. Petunjuk teknis penggunaan
dana BOS mengacu kepada Permendikbud RI No. 51 tahun 2011 masih membuka peluang
adanya penyalahgunaan bantuan, karena tidak adanya batas maksimal yang boleh
dibiayai dari masing-masing item pembiayaan.
b. Ujian Nasional, merupakan hal yang menakutkan bagi siswa,
pengawasan yang dilakukan mulai dari pembuatan soal hingga pendistribusian ke
sekolah-sekolah di kawal oleh polisi bersenjata lengkap. Fokus UN masih pada
penilaian kognitif yang hanya 4 hari, melalaikan penilaian afektif dan
psikomotorik, sekolah hanya diberi hak 40 persen nilai penentu kelulusan siswa
dan pemerintah mengambil porsi 60 persen dalam penentuan kelulusan siswa.
Padahal kalau mau jujur sekolah (guru-guru) yang paling tahu dengan siswanya. Padahal
UN sudah dilarang oleh Mahkamah Agung berdasarkan Putusan
Pengadilan Tinggi Nomor 377/PDT/2007/PT.DKI, yang menguatkan Putusan Pengadilan
Negeri Nomor 228/Pdt.G/2006/PN.JKT.PST. Menanggapi keputusan ini
kemendikbud masih berkilah dengan menyatakan bahwa dalam Putusan MA tersebut
tidak ada larangan untuk menyelenggarakan UN. Artinya, tidak ada putusan yang
menyatakan UN dihapuskan[9].
c. Adanya komersialisasi pendidikan, mahalnya biaya
pendidikan yang harus dikeluarkan orang tua untuk mendapatkan pendidikan yang
berkualitas, walaupun tidak ada jaminannya. Hal ini menyebabkan terjadinya
disparitas (perbedaan) yang sangat ekstrim antara pendidikan di kota dengan
daerah pinggiran/desa. Kita patut bersyukur bahwa sekolah-sekolah berlabel RSBI
dan SBI telah dikubur, sebab nuansa komersialisasi pendidikan sedikit menurun.
d. Sertifikasi Guru dan Dosen menurut Undang-Undang No. 14
Tahun 2005, tidak menjamin peningkatan mutu pendidikan nasional, cenderung
pendekatan formalitas dan tidak menyentuh substansi pendidikan, bahkan sarat
dengan pungutan liar kalau mau lulus, tambahan pula UU tersebut berlaku surut.
Ini bertentangan dengan UUD 1945 yang menyatakan Perundang-undangan tidak boleh
berlaku surut.
e. Penerimaan peserta didik baru pada setiap tahun ajaran
baru, menuai masalah. Permendiknas melarang setiap rombongan belajar/jumlah
murid perkelas tidak boleh lebih dari 32 murid.
f. Akan dilaksanakannya program Pendidikan Menengah
Universal (PMU) dan kurikulum 2013.
2.2. Isu-Isu Perubahan dan Pembaharuan Kurikulum
Perubahan dan pembaharuan kurikulum merupakan keharusan dalam suatu sistem
pendidikan agar pendidikan tetap relevan dengan tuntutan zaman. Sedemikian
pentingnya perubahan dan pembaharuan kurikulum, sehingga ada adagium mengatakan
bahwa suatu kurikulum disusun untuk diubah dan terus disempurnakan. Hanya
dengan demikian, maka kurikulum akan selalu dinamis dan mengikuti perkembangan
zaman. Di Indonesia, dalam hampir 30 tahun terakhir telah dilakukan beberapa
kali perubahan dan pembaharuan kurikulum sekolah, yaitu tahun 1975, 1984, 1994,
2004, dan terakhir tahun 2013 ditetapkannya kurikulum baru.
Dengan digunakannya kurikulum baru, maka guru, siswa, orang tua, beserta
sarana pendidikan perlu menyesuaikan diri. Fasilitas pendidikan perlu
diperbaharui atau ditambah, buku-buku teks harus diganti. Tidak jarang pula
terjadi kejutan pada masyarakat. Itulah harga yang mesti dibayar untuk suatu
perubahan yang berskala besar dan luas sebagairnana dilakukan melalui perubahan
dan pembaharuan kurikulum. Harga yang harus dibayar dan dampak psikologis yang
timbul tersebut bahkan lebih besar dan lebih dahsyat daripada keuntungan yang
diperolehnya berupa perbaikan proses pendidikan di tingkat sekolah yang
ditunjukkan oleh prestasi belajar peserta didik.
Perubahan pada tingkat sekolah lebih mengandalkan pada pengalarnan para
guru dan praktisi pendidikan dalam menerapkan kurikulum. Dampak yang
diharapkannya lebih bersifat inkremental dan gradual, tidak bersifat menyeluruh
dan mendadak. Perubahan di tingkat sekolah
lebih berbasis sekolah dengan mengandalkan pada kreativitas para guru dalam
menerapkan kurikulum. Dengan model perubahan ini, maka dimungkinkan ada
pengalaman yang berbeda di antara para guru pada lokasi dan konteks sekolah
yang berbeda-beda.
Dalam sejarah penerapan kurikulum pendidikan di Indonesia, model perubahan
atau pembaharuan kurikulum yang terjadi lebih banyak bersifat komprehensif dan
berskala luas daripada yang bersifat lokal atau inkremental. Pengalaman selama
30 tahun terakhir menunjukkan bahwa Pemerintah dan sistem pendidikan secara
keseluruhan amat mudah tergoda untuk mengubah dan memperbaharui kurikulum dalam
skala luas (mengubah mata pelajaran dan struktur isinya), dengan kurang
memperhitungkan apa akibat dan dampaknya bagi peserta didik, sekolah, dan
masyarakat.
Perubahan dan pembaharuan kurikulum selama ini hampir dapat dipastikan
berarti merestrukturisasikan kurikulum yang ada untuk diganti dengan yang baru,
dengan perubahan yang sedemikian rupa sehingga struktur, topik-topik, ruang
lingkup materi, dan bahkan metode pengajarannya ikut diubah. Perubahan yang
sifatnya inkremental yang berbasis sekolah dan kreativitas guru hampir tidak
dikenal atau kurang mendapatkan tempat dalam tiga fase pertama penjalanan
kurikulum nasional. Hal ini disebabkan oleh sistem pendidikan dan kurikulum
yang seragam untuk seluruh Indonesia, yang kurang memberikan ruang gerak yang
cukup bagi kreativitas lokal dan individual guru. Kalaupun daerah lokal
diberikan keluasaan untuk menampilkan keunggulan daerahnya dan guru diberi
kebebasan untuk mengembangkan kreativitasnya, dalam kenyataannya hal tersebut
kurang berkembang akibat terlampau kuatnya pengaruh kurikulum nasional dan
tekanan-tekanan lain yang menuntut adanya keseragaman.
2.3. Trend Perubahan dan Pembaharuan Kurikulum Kini
Kurikulum sebagaimana sifatnya yang dinamis mengalami perubahan sesuai
dengan tuntutan masyarakat, dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (paham perogresivisme). Kedinamisan kurikulum tersebut memberikan
dampak terhadap maju dan tidaknya suatu pendidikan.
Perubahan dan pembaharuan kurikulum dimaksudkan sebagai upaya peningkatan
mutu pendidikan, yang diakibatkan dari perkembangan ilmu pengetahuan dan
kemajuan teknologi yang serba cepat dan tidak lagi berjalan secara linear.
Selain daripada itu perubahan dan pembaharuan kurikulum juga dipengaruhi oleh
adanya keinginan untuk menyesuaikan bobot materi dengan perkembangan peserta
didik, materi dengan idealisme, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
kebutuhan masyarakat (sosial), budaya, ekonomi, politik. Untuk itu, dalam perencanaan
kurikulum harus meliputi beberapa aspek diantaranya tujuan, bahan, sumber,
kegiatan belajar mengajar dan evaluasi sebagai dasar untuk menetapkan
kurikulum.
Ada beberapa faktor yang menjadi alasan terjadinya
perubahan dan pengembangan pada kurikulum 2013, yaitu;
a.
tantangan masa depan diantaranya
meliputi arus globalisasi, masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi
informasi, konvergensi ilmu dan teknologi, dan ekonomi berbasis pengetahuan.
b.
kompetensi masa depan yang antaranya
meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan berpikir jernih dan kritis,
kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, kemampuan menjadi
warga negara yang efektif, dan kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran
terhadap pandangan yang berbeda.
c.
fenomena sosial yang mengemuka seperti
perkelahian pelajar, narkoba, korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam berbagai
jenis ujian, dan gejolak sosial (social unrest).
d. persepsi publik yang menilai pendidikan selama ini terlalu menitikberatkan
pada aspek kognitif, beban siswa yang terlalu berat, dan kurang bermuatan
karakter.
2.4. Menyongsong Penerapan Kurikulum 2013
Dalam penjelasan Pasal 34 ayat (5) RUU Sisdiknas (versi 21 Januari 2003),
dikemukakan bahwa kurikulum pendidikan menganut model KBK sebagaimana dikutip
berikut ini: “Kerangka dasar kurikulum meliputi prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum, visi dan misi jenjang pendidikan, kompetensi tamatan, kompetensi
bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, silabus, struktur persekolahan dan
program, dan pendukung pelaksanaan kurikulum dan penilaian”. UU No. 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Bagaimanakah prospek kurikulum 2013 apakah akan lebih mampu memberikan kepastian
pada peningkatan kualitas pendidikan ? Meskipun kurikulum bukan satu-satunya
penentu mutu pendidikan; harus di ingat bahwa setiap pembaruan kurikulum memang
ditujukan untuk perbaikan kualitas, bukan ke arah kuantitas. Jadi, masuk akal
bila perubahan kualitatif itulah yang kelak menjadi ukuran dalam menilai
efektif-tidaknya Kurikulum 2013. Persoalan kualitas pendidikan selama ini
dilihat dari kurikulum bukan terletak pada desain kurikulumnya, melainkan pada
bagaimana kurikulum itu diimplementasikan secara sungguh-sungguh sehingga
memberikan perubahan yang signifikan pada kualitas.
Benar bahwa pembaharuan kurikulum merupakan keharusan dalam suatu sistem
pendidikan agar pendidikan tetap relevan dengan tuntutan zaman. Sedemikian
pentingnya pembaharuan kurikulum, sehingga ada pemeo mengatakan bahwa suatu
kurikulum disusun untuk diubah dan terus disempurnakan. Hanya dengan demikian,
maka kurikulum akan selalu dinamis dan mengikuti perkernbangan zaman. Kita
mengetahui bahwa sejak kemerdekaan, kita telah berkali-kali melakukan perubahan
kurikulum, di antara yang paling menonjol adalah pada tahun 1968, 1975, 1984,
dan 1994, 1998 (suplemen). Akan tetapi, hampir semua kurikulum itu menemui
nasib yang sama, yaitu diperbaharui pada saat kurikulum itu belum dapat
benar-benar diimplementasikan; sementara evaluasi hampir selalu sampai pada
kesimpulan bahwa “biang kerok”-nya adalah kurikulum itu sendiri yang dianggap
lemah, ketinggalan zaman. Apa yang pada periode sebelumnya diagung-agungkan
tiba-tiba dihujat habis-habisan sebagai sumber masalah. Lebih menarik lagi,
yang menyatakan kurikulum yang lalu keliru itu adalah para perancang kurikulum
itu sendiri.
Untuk menyongsong pelaksanaan kurikulum 2013, sangat diperlukan penguatan kompetensi
pribadi, profesional, sosial dan kultural para pendidik. Lebih spesifik ke 10
kompetensi yang dituntut dari pendidik, yaitu kompetensi dalam: (1) mengembangkan
kepribadian sebagai guru, (2) menyusun program, (3) mengembangkan alat dan
bahan pelajaran, (4) melaksanakan kegiatan belajar-mengajar dengan memanfaatkan
lingkungan, (5) berinteraksi dengan siswa, masyarakat dan kalangan pendidikan,
(6) menerapkan metode, teknik dan alat yang sesuai, (7) menilai proses dan
hasil belajar, (8) mengidentifikasi dan membantu kesulitan belajar siswa, (9)
melaksanakan tugas-tugas administrasi, dan (10) melakukan penelitian sederhana
untuk meningkatkan kualitas pendidikan/proses belajar-mengajar.
2.5. Kebijakan Kurikulum 2013
Pendidikan
merupakan tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat dalam
memajukan dan meningkatkan kualitas SDM di indonesia. Peranan masyarakat
sebagai pelaku utama pendidikan. Kesadaran masyarakat bahwa pendidikan bukan
sekedar formalitas belaka namun mengerti dan memahami dengan benar bagaimana
berinvestasi pada pendidikan. Peranan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan
pendidikan tidak akan maksimal tanpa partisipasi masyarakat didalamnya, mengingat
adanya pemikiran yang berkembang dikalangan masyarakat untuk investasi didunia
kerja (bekerja atau lainnya) daripada investasi pendidikan. Mungkin masih dapat
diterima jika mengacu pada masyarakat yang kurang mampu.
Pendidikan sendiri telah didefinisikan
sebagai sebuah upaya yang direncanakan untuk mendirikan suatu lingkungan
belajar dan proses kegiatan pendidikan sehingga siswa secara aktif dapat
mengembangkan/ potensi nya yang ada pada dirinya sendiri untuk mendapatkan
tingkat religius dan spiritual, kesadaran, kepribadian, kecerdasan, perilaku
dan kreativitas untuk dirinya sendiri, lainnya warga negara dan untuk bangsa.
Konstitusi juga telah mencatat kalau pendidikan di Indonesia secara garis
besar telah dibagi menjadi dua bagian yaitu pendidikan formal dan non-formal.
Selanjutnya pendidikan formal juga masih dibagi lagi menjadi tiga level yaitu,
tingkat primer, sekunder dan pendidikan tinggi.
2.6. Tantangan Pelaksanaan Kurikulum 2013
Ketersediaan guru, perluasan, kebijakan, dan kualitas dan
relevansi. Di banyak negara berkembang, ketersediaan guru menjadi masalah utama
dan sebagian besar belum memenuhi standar minimum profesi. Masalah lain adalah
faktor kondisi pelayanan dan de-memotivasi yang terkait erat dengan isu-isu
status guru, kebutuhan pelatihan, peran guru dalam reformasi dan renovasi
pendidikan menengah, dan jenis pengetahuan, keterampilan serta keterlibatan
kaum muda yang terintegrasi dalam proses pembangunan. Respon UNESCO untuk
masalah di atas adalah inisiasi Pendidikan Pelatihan Guru yang dikelola oleh
Divisi Pendidikan Tinggi, bertanggung jawab juga untuk Pendidikan Guru dan
Pendidikan Teknis.
Selain masalah ketersediaan guru, tantangan lain berupa
artikulasi kebijakan yang terbatas antara keterkaitan tingkat pendidikan dari
pengembangan anak usia dini, dasar hingga menengah, lama belajar tersier dan
kehidupan telah gagal membawa fungsi yang sangat penting dari pendidikan
menengah dalam pencapaian EFA, MDGs dan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi
berkelanjutan. Pemantauan pelaksanaan swap akan memastikan pembangunan yang
sistemik lebih holistik pendidikan.
Selanjutnya adalah kualitas dan relevansi pendidikan yang
mensyaratkan bahwa jenis pendidikan memiliki keterkaitan dengan pengalaman,
kebutuhan ekonomi, sosial dan kemasyarakatan dari individu dan masyarakat.
Relevansi dan kualitas pendidikan yang rendah merupakan isu politik yang
berkembang. Di Amerika Serikat misalnya analis kebijakan mengandaikan bahwa
"mengoreksi kegagalan pendidikan" terutama pada tingkat sekolah menengah
adalah tugas yang paling penting yang dihadapi bangsa (Pendidikan Choice
Amerika, "The Economist, 1 April 2000). Kurikulum pendidikan menengah
harus mencerminkan hubungan dinamis antara kualitas pendidikan dan ekonomi
produktif. Peringatan penting bertujuan untuk menghindari overloading kurikulum yang bisa dijadikan sebagai pendekatan
analitis mengatasi masalah kekurangan guru.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Landasan Pengembangan Kurikulum 2013
Ada beberapa tumpuan atau landasan terhadap adanya pengembangan yang
terus dilakukan pada kurikulum. Pengembangan tersebut dapat ditinjau dari
beberapa aspek antara lain sebagai berikut:
a) Aspek Filosofis
Di dalam UU No. 20 Tahun 2003
disebutkan bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan
kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen
pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan local, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan
pendidikan secara terencana terarah, dan berkesinambungan. UU Sisdiknas kita
pun telah menggariskan bahwa esensi pendidikan adalah membangun manusia Indonesia seutuhnya.
Berdasarkan filisofinya, seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan yang
diharapkan antara lain berbasis pada nilai-nilai luhur, nilai akademik,
kebutuhan peserta didik dan masyarakat. Sementara itu, yang perlu diperhatikan
juga adalah kurikulum. Kurikulum yang dimaksud harus berorientasi pada
pengembangan kompetensi siswa.
b) Aspek Yuridis
Secara
konseptual, kurikulum adalah suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan
masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara
pedagogis, kurikulum adalah rancangan pendidikan yang memberi kesempatan untuk
peserta didik mengembangkan potensi dirinya dalam suatu suasana belajar yang
menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan
dirinya untuk memiliki kualitas yang
diinginkan masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis, kurikulum adalah suatu
kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan
yuridis di bidang pendidikan.
Landasan yuridis kurikulum adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945, Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005, dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi.
c) Aspek Empiris
Pada saat ini perekonomian Indonesia terus tumbuh di tengah
bayang-bayang resesi dunia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 2005 sampai
dengan 2008 berturut-turut 5,7%, 5,5%, 6,3%, 2008: 6,4%[10]
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 diperkirakan lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN sebesar 6,5 – 6,9
%[11]. Momentum pertumbuhan ekonomi ini harus terus
dijaga dan ditingkatkan. Generasi muda berjiwa wirausaha yang tangguh, kreatif,
ulet, jujur, dan mandiri, sangat
diperlukan untuk memantapkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia di masa depan. Generasi seperti ini seharusnya tidak muncul karena hasil seleksi alam, namun
karena hasil gemblengan pada tiap jenjang satuan pendidikan dengan kurikulum
sebagai pengarahnya.
Sebagai negara
bangsa yang besar dari segi geografis, suku bangsa, potensi ekonomi, dan
beragamnya kemajuan pembangunan dari satu daerah ke daerah lain, sekecil apapun
ancaman disintegrasi bangsa masih tetap ada.
Kurikulum harus mampu membentuk manusia Indonesia yang mampu
menyeimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat untuk memajukan jatidiri
sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan kebutuhan untuk berintegrasi sebagai
satu entitas bangsa Indonesia.
Dewasa ini,
kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan
kehendak sering muncul di Indonesia. Kecenderungan ini juga menimpa generasi
muda, misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal. Walaupun belum ada kajian
ilmiah bahwa kekerasan tersebut
bersumber dari kurikulum, namun
beberapa ahli pendidikan dan tokoh masyarakat menyatakan bahwa salah satu akar
masalahnya adalah implementasi kurikulum yang terlalu menekankan aspek kognitif
dan keterkungkungan peserta didik di ruang belajarnya dengan kegiatan yang
kurang menantang peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum perlu direorientasi
dan direorganisasi terhadap beban belajar dan kegiatan pembelajaran yang dapat
menjawab kebutuhan ini.
Berbagai elemen
masyarakat telah memberikan kritikan, komentar, dan saran berkaitan dengan
beban belajar siswa, khususnya siswa sekolah dasar. Beban belajar ini bahkan
secara kasatmata terwujud pada beratnya beban buku yang harus dibawa ke
sekolah. Beban belajar ini salah satunya berhulu dari banyaknya mata pelajaran
yang ada di tingkat sekolah dasar. Oleh karena itu kurikulum pada tingkat
sekolah dasar perlu diarahkan kepada peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni baca, tulis, dan
hitung serta pembentukan karakter.
Berbagai kasus
yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang, manipulasi, termasuk masih adanya
kecurangan di dalam Ujian Nasional/UN menunjukkan mendesaknya upaya menumbuhkan
budaya jujur dan antikorupsi melalui kegiatan pembelajaran di dalam satuan
pendidikan. Maka kurikulum harus mampu memandu upaya karakterisasi nilai-nilai
kejujuran pada peserta didik. Pada saat ini, upaya pemenuhan kebutuhan manusia
telah secara nyata mempengaruhi secara negatif lingkungan alam. Pencemaran,
semakin berkurangnya sumber air bersih, adanya potensi rawan pangan pada
berbagai belahan dunia, dan pemanasan global merupakan tantangan yang harus
dihadapi generasi muda di masa kini dan di masa yang akan datang. Kurikulum
seharusnya juga diarahkan untuk membangun kesadaran dan kepedulian generasi
muda terhadap lingkungan alam dan menumbuhkan kemampuan untuk merumuskan
pemecahan masalah secara kreatif terhadap isu-isu lingkungan dan ketahanan
pangan.
Dengan berbagai kemajuan yang telah dicapai,
mutu pendidikan Indonesia harus terus ditingkatkan. Hasil studi PISA (Program
for International Student Assessment), yaitu studi yang memfokuskan pada
literasi bacaan, matematika, dan IPA, menunjukkan peringkat Indonesia baru bisa
menduduki 10 besar terbawah dari 65 negara. Hasil studi
TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking amat
rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis
dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan
(4) melakukan investigasi. Hasil studi ini menunjukkan perlu ada perubahan
orientasi kurikulum dengan tidak
membebani peserta didik dengan konten namun pada aspek kemampuan esensial
yang diperlukan semua warga negara untuk
berperanserta dalam membangun negara pada masa mendatang
d) Aspek Teoritis
Kurikulum dikembangkan atas dasar teori pendidikan
berdasarkan standar dan teori pendidikan berbasis kompetensi. Pendidikan
berdasarkan standar adalah pendidikan yang menetapkan standar nasional sebagai
kualitas minimal hasil belajar yang berlaku untuk setiap kurikulum. Standar
kualitas nasional dinyatakan sebagai Standar Kompetensi Lulusan. Standar
Kompetensi Lulusan tersebut adalah kualitas minimal lulusan suatu jenjang atau
satuan pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.[12]
Standar Kompetensi Lulusan dikembangkan menjadi Standar
Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan yaitu SKL SD, SMP, SMA, SMK. Standar
Kompetensi Lulusan satuan pendidikan berisikan 3 (tiga) komponen yaitu
kemampuan proses, konten, dan ruang lingkup penerapan komponen proses dan
konten. Komponen proses adalah kemampuan minimal untuk mengkaji dan memproses
konten menjadi kompetensi. Komponen konten adalah dimensi kemampuan yang
menjadi sosok manusia yang dihasilkan dari pendidikan. Komponen ruang lingkup
adalah keluasan lingkungan minimal dimana kompetensi tersebut digunakan, dan
menunjukkan gradasi antara satu satuan pendidikan dengan satuan pendidikan di
atasnya serta jalur satuan pendidikan khusus (SMK, SDLB, SMPLB, SMALB).
Kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk bersikap,
menggunakan pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan suatu tugas di
sekolah, masyarakat, dan lingkungan dimana yang bersangkutan berinteraksi. Kurikulum dirancang untuk memberikan
pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik untuk mengembangkan sikap,
keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk membangun kemampuan
tersebut. Hasil dari pengalaman belajar tersebut adalah hasil belajar peserta
didik yang menggambarkan manusia dengan kualitas yang dinyatakan dalam
SKL.
Kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (UU nomor 20 tahun 2003; PP nomor 19
tahun 2005). Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang dirancang baik
dalam bentuk dokumen, proses, maupun penilaian didasarkan pada pencapaian
tujuan, konten dan bahan pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang
didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk
kurikulum satuan pendidikan dan jenjang pendidikan sebagai suatu rencana
tertulis (dokumen) dan kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi
sebagai rencana tertulis, kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten
kurikulum yang berasal dari prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa
kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang. Dalam dimensi rencana tertulis,
konten kurikulum tersebut dikemas dalam berbagai mata pelajaran sebagai unit
organisasi konten terkecil. Dalam setiap mata pelajaran terdapat konten
spesifik yaitu pengetahuan dan konten berbagi dengan mata pelajaran lain yaitu
sikap dan keterampilan. Secara langsung
mata pelajaran menjadi sumber bahan ajar yang spesifik dan berbagi untuk
dikembangkan dalam dimensi proses suatu kurikulum. Kurikulum dalam dimensi proses adalah
realisasi ide dan rancangan kurikulum menjadi suatu proses pembelajaran. Guru
adalah tenaga kependidikan utama yang mengembangkan ide dan rancangan tersebut
menjadi proses pembelajaran.
Pemahaman
guru tentang kurikulum akan menentukan rancangan guru (Rencana Program
Pembelajaran/RPP) dan diterjemahkan ke dalam bentuk kegiatan pembelajaran.
Peserta didik berhubungan langsung dengan apa yang dilakukan guru dalam
kegiatan pembelajaran dan menjadi pengalaman langsung peserta didik. Apa yang
dialami peserta didik akan menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil
kurikulum. Oleh karena itu proses pembelajaran harus memberikan kesempatan yang
luas kepada peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya menjadi hasil
belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar
Kompetensi Lulusan.
3.2. Rasional Pengembangan Kurikulum 2013
Ada beberapa perbandingan yang bisa
dijadikan sebagai tolak ukur dalam pengembngan kurikulum 2013 ini. Pertama,
berdasarkan pengalaman dari kurikulum sebelumya yaitu kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) yang masih menyisakan sejumlah permasalahan antara lain:
1.
Konten
kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran
dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui tingkat
perkembangan usia anak.
2.
Kurikulum
belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional.
3.
Kompetensi
belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.
4.
Beberapa
kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya
pendidikan karakter, metodologi pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills
dan hard skills, kewirausahaan) belum terakomodasi di dalam
kurikulum.
5.
Kurikulum
belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat
lokal, nasional, maupun global.
6.
Standar
proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci sehingga
membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung pada pembelajaran
yang berpusat pada guru.
7.
Standar
penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan
hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala.
8.
Dengan
KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multi
tafsir.
Kedua, Selain permasalahan yang terdapat pada KTSP 2006, ada juga beberapa
alasan seperti yang dikemukakan oleh Mendikbud mengapa kurikulum mengalami
pengembangan. Alasan tersebut antara lain:
1. Tantangan masa depan seperti: (a)
Globalisasi, (b) Masalah lingkungan hidup, (c) Kemajuan teknologi informasi,
(d) Konvergensi ilmu dan teknologi, (e) Ekonomi berbasis pengetahuan, (f)
Kebangkitan industri kreatif dan budaya, (g) Pergeseran kekuatan ekonomi dunia,
(h) Pengaruh dan imbas teknosains, dan (i) Mutu, investasi dan transformasi
pada sektor pendidikan.
2.
Kompetensi masa
depan antara lain: (a) Kemampuan berkomunikasi, (b) Kemampuan berpikir jernih
dan kritis, (c) Kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, (d)
Kemampuan menjadi warga negara yang efektif (e) Kemampuan mencoba untuk
mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, (f) Kemampuan hidup dalam
masyarakat yang mengglobal (g) Memiliki minat luas mengenai hidup, (h) Memiliki
kesiapan untuk bekerja, (i) Memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya.
3.
Fenomena negatif
yang mengemuka seperti: (a) Perkelahian
pelajar, (b) Narkoba, (c) Korupsi, (d) Plagiarisme, (e) Kecurangan dalam Ujian
(Contek, Kepek) (f) Gejolak masyarakat (social unrest)
Persepsi masyarakat terhadap kurikulum sebelumnya antara lain: (a)
terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif, (b) beban siswa terlalu berat, (c)
kurang bermuatan karakter.
3.3. Elemen Perubahan Kurikulum 2013
Secara umum ada empat elemen perubahan
yang akan dikembangkan dalam kurikulum 2013 tersebut yaitu:
1. Standar Kompetensi lulusan, dalam hal ini yang
diharapkan pada peserta didik yaitu adanya peningkatan dan keseimbangan soft
skills dan hard skills yang meliputi aspek kompetensi sikap
(meliputi: pribadi yang beriman,
berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara
efektif dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan peradabannya),
keterampilan (meliputi: pribadi yang
berkemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan
konkret), dan pengetahuan (mampu menghasilkan pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya yang
berwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban).
2. Standar isi, Kompetensi yang semula diturunkan
dari matapelajaran berubah menjadi mata
pelajaran dikembangkan dari kompetensi. Kompetensi dikembangkan melalui:Tematik Integratif dalam semua mata pelajaran
(pada tingkat SD), Mata
pelajaran (pada tingkat SMP dan SMA),
Vokasinal (pada tingkat SMK).
3. Standar proses pembelajaran
a.
Standar
Proses yang semula terfokus pada Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi
dilengkapi dengan Mengamati, Menanya, Mengolah, Menyajikan, Menyimpulkan, dan
Mencipta.
b.
Belajar
tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan
masyarakat.
c.
Guru
bukan satu-satunya sumber belajar.
d.
Sikap
tidak diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan teladan
4. Standar Penilaian
a. Penilaian berbasis kompetensi.
b. Pergeseran dari penilain melalui tes
(mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja), menuju penilaian
otentik (mengukur semua kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan
berdasarkan proses dan hasil).
c.
Memperkuat
PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu pencapaian hasil belajar didasarkan pada
posisi skor yang diperolehnya terhadap skor ideal (maksimal).
d. Penilaian tidak hanya pada level KD,
tetapi juga kompetensi inti dan SKL.
e. Mendorong pemanfaatan portofolio yang
dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian.
3.4. Faktor Pendukung Keberhasilan Implementasi Kurikulum 2013
Keberhasilaan
pelaksanaan kurikulum 2013 tidak bisa dilaksanakan oleh satu pihak saja
melainkan harus didukung oleh berbagai pihak mulai dari pemerintah, pendidik,
tenaga kependidikan, penerbit buku, dan peserta didik. Selain
itu saling bantu membantu merupakan hal yang penting di antara pihak-pihak
terkait agar kurikulum 2013 tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan yang
diharapkan.
Ada beberapa faktor yang bisa mendukung berhasilnya pelaksanaan
kurikulum 2013 nanti antara lain:
1. Kesesuaian kompetensi
pendidik dan tenaga kependidikan dengan kurikulum yang diajarkan dan buku teks
yang dipergunakan. Hal itu menjadi pusat perhatian dalam pengembangan kurikulum
ini. Kemampuan guru harus bisa mengimbangi perubahan kurikulum dan menyesuaikan
dengan buku teks yang akan diajarkan pada peserta didik. Jika kemampuan tenaga
pendidik belum memadai maka segera diberikan pelatihan khusus misalnya: Uji Kompetensi,
Penilaian Kinerja, dan Pembinaan Keprofesionalan Berkelanjutan sehingga dapat mendukung berhasilnya
pelaksanaan kurikulum 2013 tersebut.
2. Ketersediaan buku
sebagai bahan ajar dan sumber belajar yang:
a. Mengintegrasikan keempat standar pembentuk
kurikulum.
b. Sesuai dengan model interaksi pembelajaran.
c.
Sesuai dengan model pembelajaran berbasis pengalaman individu dan
berbasis deduktif.
d. Mendukung efektivitas sistem pendidikan.
3.
Penguatan peran pemerintah dalam pembinaan dan pengawasan. Pemerintah
harus benar-benar serius untuk mengimplementasikan kurikulum 2013 ini agar
tidak terjadi kesenjangan kurikulum seperti yang telah terjadi sebelumnya.
Sehingga pengawasan terhadap pelaksanaan kurikulum itu dapat dijalankan pada
setiap jenjang pendidikan di seluruh Indonesia.
4. Penguatan manajemen dan
budaya sekolah. Sekolah juga memegang peranan yang sangat penting
dalam menetukan keberhasilan pelaksanaan kurikulum 2013. Untuk itu, sekolah
harus mampu menciptakan iklim belajar yang kondusif dan menyenangkan dengan
berpedoman pada jalur pelaksanaan kurikulum. sehingga kurikulum 2013 tesebut
dapat menjadi arah pengembangan yang betul-betul sesuai dengan apa yang
diharapkan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil
review terhadap kebijakan perubahan dan pembaharuan kurikulum 2013 disimpulkan
bahwa:
1.
Kurikulum sebagai instrumen
peningkatan mutu pendidikan terdiri dari tiga entitas yaitu tujuan, metode, dan
isi. Peningkatan kompetensi guru dan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan
hanya akan memberikan makna bagi peserta didik jika diarahkan pada pencapaian
tujuan pendidikan yang dirumuskan dalam kurikulum.
2.
Kurikulum 2013 sebagai bagian
dari intervensi peningkatan mutu pendidikan.
3.
Peningkatan kompetensi pendidik
(guru) di tingkat satuan (sekolah) merupakan suatu halyang mutlak harus
dilaksanakan..
4.
Diperlukan kesiapan seluruh komponen terkait terlebih
pada tataran operasional pelaksananya untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan dan implementasi kebijakan perubahan
dan pembaharuan kurikulum 2013.
3.2. Rekomendasi
Berdasarkan hasil
kajian yang dilaksanakan dapat direkomendasikan beberapa hal yaitu:
1.
Perlu sinergi antara pemerintah
daerah dengan pusat dalam upaya sosialisasi dan pelaksanaan kurikulum 2013;
2.
Koordinasi dalam rangka mengurangi
tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas antara pemerintah daerah dan pusat;
3.
Pemerintah harus melakukan program
penguatan kompetensi pendidik (guru) di tingkat satuan pendidikan (sekolah);
Pemerintah harus
melakukan program peningkatan dan penguatan dalam rangka memenuhi delapan (8) standar
nasional pendidikan di tingkat satuan pendidikan (sekolah).
[1] M.
Fakry Gaffar, Perencanaan Pendidikan:
Teori dan Metodologi, Depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi, (Jakarta:
PPLPTK, 1987) hal. 2
[2] Anonymous,
Madrasah Aliyah Kejuruan Arah dan Prospek Pengembangan, (Jakarta: Dirjen
Kelembagaan Agama Islam: 2004) hal. 1
[3] Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 1990 Pasal 2, tentang pencanangan wajib belajar
pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun yang terdiri dari program 6 (enam) tahun di
sekolah dasar dan 3 (tiga) tahun di sekolah menengah pertama
[4] Kebijakan
pemerintah ini dikenal dengan program Pendidikan Menengah Universal (PMU).
Kebijakan ini, berlaku secara nasional dimaksudkan: 1) lebih memperluas akses,
kesempatan dan pemerataan pendidikan pada tingkat sekolah menengah atas; 2)
meminimalisir angka putus sekolah, 3) memberikan kesempatan seluruh warga
negara usia sekolah menikmati pendidikan.
[5] Mastuhu,
Menata ulang Pemikiran; Sistem Pendidikan
Nasional dalam Abad 21, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2003) Hal. 132
- 135
[6] Bambang Indriyanto, Kurikulum 2013: Instrumen Peningkatan Mutu
Pendidikan, http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud/artikel-kurikulum-bambang-indriyanto di unduh pada 04/22/2013
[7] Pada
Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
SKL didefinisikan sebagai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
[8]
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 2
memuat 7 (tujuh) Standar Nasional Pendidikan (SNP)
Saat tulisan ini berlangsung
pendidikan tingkat SMP dan SMA telah menyelesaikan pelaksanaan UN, sementara 11
provinsi tertunda hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Mas media nasioanl
dan internasional menyoroti tentang kekacauan pelaksanaan UN 2013.
No comments:
Post a Comment