BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Berubah atau di ubah, untuk itu suatu organisasi harus
menyadari bahwa apapun yang dilakukan dalam perubahan, pada intinya adalah
untuk menjaga kedinamisan organisasi menuju pada peningkatan kualitas dalam
menghadapi perkembangan zaman. Perubahan merupakan tanda bahwa
kehidupan sedang berlangsung sehingga memberikan harapan, walau harapan itu
terkadang menjadi kurang terkendali, liar, lepas dan kompetitif. Perubahan
membawa konsekuensi terjadinya perubahan pada individu, kelompok, organisasi, institusi, masyarakat dan
teknologi. Saat ini, telah banyak kita temukan berbagai perubahan yang
dilakukan oleh sebuah organisasi demi bertahan dilingkungannya dan mewujudkan
tujuan-tujuan tertentu yang diharapkan akan membuat organisasi tersebut bisa
terus bertahan menghadapi persaingan di tengah majunya zaman.
Transformasi atau perubahan adalah suatu hal yang pasti
terjadi karena tidak ada yang ajeg. Perubahan tidak dapat dihindari dalam
kehidupan umat manusia dan merupakan tantangan yang harus dihadapi guna
kemajuan di masa depan. Transformasi sudah menjadi sebuah isu
global sejak didengungkannya revolusi industri. Organisasi yang ingin menjadi
pemenang dalam persaingan bisnis abad mega trend, harus mampu melakukan berbagai
perubahan dan inovasi secara adaptif dan fleksibel yang harus dipersiapkan manajer-manajer.
Perubahan sangat perlu dilakukan karena situasi, kondisi,
dan tuntutan yang berubah. Perubahan dapat saja terjadi tanpa dapat diprediksi,
namun juga pada perubahan yang dapat diprediksi.[1] Perubahan
itu dapat saja terjadi karena revolusi, reformasi, evolusi, dan inovasi. Demikian pula pada tahun 1998,
Indonesia mengalami perubahan besar tanpa dapat diprediksi melalui reformasi.
Setelah kejadian itu, gejala perubahan di segala bidang kehidupan, trend
peningkatan. Boleh jadi ini, efek reformasi ataupun akibat globalisasi serta
perkembangan teknologi informasi yang sangat akseleratif.
Untuk itu
berbagai upaya dilakukan dalam rangka mengeliminir persoalan yang muncul
sebagai akibat dari perubahan itu. Seperti mengelola
ketidakpuasan dengan status-quo diantara karyawan, kebutuhan akan model atau
visi masa depan yang akan menuntun re-desain organisasi dan kebutuhan akan
proses perubahan yang dikelola dengan baik untuk membantu karyawan memodifikasi
sikap dan perilaku mereka. Winardi mengungkapkan, bahwa perubahan
adalah tindakan beralihnya sesuatu dari kondisi yang berlaku kini menuju ke
kondisi masa yang akan datang menurut yang diinginkan guna meningkatkan
efektititasnya[2].
Perubahan merupakan proses transformasi dari keadaan sekarang menuju keadaan di
masa yang akan datang lebih baik[3].
1.2.
Rumusan
Masalah
Banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya perubahan.
Faktor kebutuhan untuk segera dilakukan perubahan salah satunya. Robert
Kreitner dan Angelo Kinicki (2001) menyatakan perubahan itu harus dilakukan
dikarenakan adanya desakan oleh kekuatan internal dan eksternal. Untuk itu,
makalah ini akan membahas mengenai:
a. Pendekatan klasik manajemen
perubahan (unfreezing, movement, reefreezing);
b. Tipologi perubahan, dan;
c. Tahapan perubahan.
1.3.
Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah: untuk memahami
pengertian pendekatan klasik manajemen perubahan (unfreezing, movement,
reefreezing) dan tipologi serta tahapan perubahan.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Pendekatan Klasik Manajemen
Perubahan
Perubahan merupakan suatu cita-cita bahwa masa kini lebih baik
dari masa lalu dan masa depan harus lebih baik dari masa kini. Masalah yang
paling sulit dilakukan pada saat perubahan adalah meninggalkan kebiasaan lama
yang sudah membudaya. Sangat dipahami bahwa perubahan sangat dibutuhkan agar
organisasi berjalan dimanis dalam menghadapi perkembangan situasi menuju
perkembangan yang berkualitas.
Untuk menghasilkan perubahan seperti
yang diharapkan, maka dibutuhkan kemampuan melihat (seing is believing)
setelah itu bergerak menyelesaikan hingga tuntas[4]. Perlu disadari bahwa selama
proses perubahan berlangsung, akan terdapat kekuatan-kekuatan yang mendukung
dan yang menolak. Untuk itu, agar perubahan dapat berhasil sesuai dengan yang
diharapkan Kurt Lewin[5]
memberikan model pendekatan yang dapat dilakukan melalui tiga tahap:
Restraining Forces
Desire
State
REFREEZING
MOVEMENT
Status
Quo UNFREEZING
Driving Forces
Time
Gambar: Teori Kurt Lewin
a. Tahapan
awal perubahan Unfreezing (mencairkan)
Merupakan
suatu proses penyadaran tetntang perlunya, atau kebutuhan untuk berubah. Hal
ini didasari akan perlunya perubahan karena adanya kesenjangan yang besar
antara tujuan dan kenyataan, kecemasan akan keberlangsungan (survival
anxiety) organisasi, dan adanya resistansi. Pendekatan ini dilakukan dengan
menggunakan cara:
1.
Driving forces
(kekuatan dorong/ penggerak) yaitu: mengarahkan/ mengurangi kekuatan/perilaku
keluar dari status quo, mengurangi keengganan untuk berubah, menciptakan
kebutuhan akan perubahan, meminimalisasi tantangan terhadap perubahan menuju
kearah perubahan yang dikehendaki.
2.
Restraining forces (menahan)
yaitu: menunjukan kekuatan-kekuatan untuk menghindar.
b. Tahapan
proses transisi Movement/Changing (Memindahkan)
Merupakan
proses untuk menganalisa kesenjangan antara desire status dan status quo,
mengembangkan perilaku, nilai dan sikap yang baru, dan mencermati
program-program perubahan sehingga dapat diberikan solusi yang optimal guna
mengurangi resistansi pada perubahan. Pada tahapan ini proses yang dilakukan
secara bertahap (step by step) tapi pasti. Sehingga, jumlah resistensi
berkurang dan jumlah pendukung bertambah.
c. Tahapan
keberlanjutan Refreezing (Membekukan)
Setelah
melewati dua tahapan perubahan dengan baik, maka perlu dilakukan upaya
memperkuat, memantapkan, mengevaluasi, membuat, modifikasi, dan mengembangkan
upaya perubahan kearah yang diinginkan lebih konstruktif sehingga hasil-hasil
perubahan dapat segera dirasakan. Jika kondisi yang diinginkan telah tercapai,
stabilkan melalui aturan-aturan baru, sistem kompensasi baru, dan cara
pengelolaan organisasi yang baru lainnya. Dengan demikian, jika berhasil maka
jumlah penentang akan sangat berkurang, dan jumlah pendukung makin bertambah.
2.2. Tipologi Perubahan
Dean Anderson and Linda S. Ackerman Anderson
[6]
mengemukakan bahwa terdapat tiga macam tipe perubahan, yaitu: developmental
change, transitional change, and transformational change.
a.
Developmental change
Merupakan perbaikan ketrampilan,
metode, standar kinerja atau kondisi yang telah ada, yang karena berbagai
alasan tidak mengukur kebutuhan sekarang atau yang akan datang. Ada dua asumsi
yaitu: pertama, bahwa orang mampu memperbaiki. Kedua, mereka akan
menjadi lebih baik apabila di beri alasan, sumber daya, motivasi, dan pelatihan
yang tepat.
Developmental change
dapat diterapkan pada individu, kelompok atau seluruh organisasi dan tidak
dapat dipisahkan dengan proses perbaikan dalam:
1.
Pelatihan teknis dan personal, seperti
komunikasi, hubungan antar personal dan ketrampilan pengawasan;
2.
Aplikasi proses perbaikan atau
kualitas;
3.
Intervensi untuk meningkatkan sycle
time;
4.
Team building;
5.
Problem solving;
6.
Memperbaiki komunikasi
7.
Penyelesaian konflik;
8.
Meningkatkan penjualan atau produksi;
9.
Manajemen rapat;
10.
Negosiasi peran;
11.
Usaha survei umpan balik;
12.
Job enrichment; dan memperluas
jangkauan pasar yang telah ada.
b.
Transitional change
Merupakan respon pada pergeseran
signifikan pada kekuatan lingkungan atau kebutuhan pasar untuk sukses. Transitional
change dimulai ketika pimpinan mengetahui bahwa suatu masalah terjadi dan
dalam operasi perlu berubah atau diciptakan untuk melayani permintaan sekarang
atau di masa depan yang lebih baik.
Pada transitional change dapat
dilakukan upaya seperti; reorganisasi, merger atau konsolidasi sederhana.
Membebaskan diri dari kepentingan, pemasangan dan integrasi komputer atau
teknologi baru yang tidak memerlukan perubahan besar dalam pola pikir atau
perilaku, penciptaan produk baru, jasa, sistem,proses, kebijakan, atau prosedur
sebagai pengganti yang lama.
Strategi mengelola transitional
change dapat berbentuk komunikasi yang baik untuk menjalankan perubahan,
rencana perubahan harus jelas, keterlibatan pekerja sangat besar dalam
mendesain dan implementasi rencana, kontrol lokal dalam implementasi dan cukup
dukungan dan integrasi waktu untuk memastikan bahwa pekerja bekerja dalam
keadaan baru.
c.
Transformational change
Merupakan pergeseran secara radikal
dari satu keadaan ke keadaan yang lainnya sehingga secara signifikan memerlukan
pergeseran budaya, perilaku dan pola pikir untuk melaksanakan sepanjang waktu.
Proses ini sangat kompleks, sehingga memerlukan kerja ekstra.
Dengan kata lain, proses ini memerlukan
pergeseran dan kepedulian manusia secara utuh untuk mengubah cara organisasi
dan orangnya melihat dunia, pelanggan, pekerjaannya, dan dirinya.
Sedangkan Havard Business Essentials[7]
memperkenalkan tipe perubahan berbentuk discontinuous incremental change
dan continuous incremental change. Discontinuous incremental change,
merupakan pergeseran tunggal dan tiba-tiba dari masa lalu. Hal ini, merupakan
momentum untuk organisasi menuju ke tingkat kinerja yang lebih tinggi. Namun
kelemahan dari tipe ini, inisiatif perubahan sering menjurus pada perasaan puas
(complecency) atas apa yang sudah dicapai.
Continuous incremental change
merupakan serangkaian perbaikan kecil yang sering dilakukan pada saat perubahan
sedang terjadi. Keuntungan tipe ini adalah lebih mudah mengelolanya, probabilitasnya
lebih besar, kecil gangguannya, dan mentalitas organisasi untuk berubah dapat
terjaga.
2.3. Tahapan Perubahan
Perubahan
terjadi karena adanya dorongan dari dalam (internal) dan dorongan dari luar (eksternal).
Adapun tahapan perubahan tersebut, sebagai berikut[8]:
Tahap 1 :
Merupakan tahap
identifikasi, merumuskan rencana perubahan, diharapkan seseorang dapat
mengenal perubahan apa yang akan dilakukan/terjadi. Dalam tahap ini seseorang
atau kelompok dapat mengenal kebutuhan perubahan dan mengidentifikasi tipe
perubahan. Secara komprehensif, langkah-langkah penting yang
harus dilaksanakan pada setiap tahap adalah sebagai berikut:
1. Melakukan
pemetaan (mapping) terhadap para pemangku kepentingan dan melakukan
asesmen atas pengaruh perubahan terhadap masing-masing pemangku kepentingan;
2. Melakukan
asesmen kesiapan perubahan, termasuk di dalamnya identifikasi penolakan
terhadap perubahan;
3. Melakukan
asesmen terhadap tingkat partisipasi/dukungan para pemangku kepentingan dan
kebutuhan akan komunikasi untuk manajemen perubahan, termasuk
mengindentifikasikan penolakan terhadap perubahan;
4. Melakukan
asesmen terhadap organisasi, termasuk struktur, peran (roles) dan
tanggung jawabnya (responsibilities);
5. Melakukan
asesmen terhadap kemampuan / kapabilitas dan skills organisasi untuk
melaksanakan perubahan;
6. Mengembangkan
strategi manajemen perubahan, rencana dan aktivitas manajemen perubahan;
7. Mengembangkan
strategi dan rencana komunikasi;
8. Mengembangkan
strategi dan recana pelatihan, termasuk penetapan standard dan Indikator
Kinerja Utama (IKU).
9. Merumuskan
manfaat (benefit) yang diperoleh dari hasil perubahan yang akan dilaksanakan;
10.
Memperkuat tim reformasi untuk lebih
memahami manajemen perubahan, dan meningkatkan koordinasi;
11.
Merumuskan mekanisme internal
pelaksanaan perubahan termasuk sistem pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
serta pelaporan dan instrumen-instrumen yang diperlukan.
Tahap 2 :
Merupakan tahap mengelola/melaksanakan, implementasi perubahan. Pada tahap ini terjadi proses
pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan. Untuk itu, perlu dilakukan analisis/diagnostik dan pemilihan strategi. Dalam proses ini perlu
dipertimbangkan adanya faktor pendukung sehingga perubahan
dapat terjadi dengan baik. Secara komprehensif, langkah-langkah
penting yang harus dilaksanakan pada setiap tahap adalah sebagai berikut:
1. Mengimplementasikan
strategi, rencana dan aktivitas manajemen perubahan, termasuk tetap melakukan
asesmen secara berkelanjutan terhadap pengarah perubahan pada masing - masing
kelompok pemangku kepentingan;
2. Mengimplementasikan
strategi, rencana dan aktivitas komunikasi agar para pemangku kepentingan
secara aktif terlibat (engaged), merasa memiliki proses perubahan dan
mendorong perilaku dan pola pikir baru yang diharapkan dari proses perubahan
serta mengurangi penolakan terhadap perubahan;
3. Mengimplementasikan
struktur organisasi yang baru, termasuk peran dan tanggung jawabnya yang baru
untuk mendukung perubahan;
4. Mengimplementasikan
strategi, rencana dan aktivitas pelatihan untuk membekali para staf menjalani
periode transisi dengan baik dan mengurangi penolakan.
5. Mengintegrasikan
strategi manajemen perubahan dan strategi komunikasi dengan program dan
kegiatan perubahan;
6. Memberikan
pengetahuan dan ketrampilan melalui asistensi dan fasilitasi yang diperlukan
untuk membentuk ketrampilan, nilai-nilai, perilaku dan pola pikir baru
(termasuk budaya kerja atau budaya organisasi yang baru) yang diharapkan dalam
proses perubahan;
7. Mengimplementasikan
manfaat yang telah dirumuskan agar perubahan dapat dirasakan secara positif
oleh pemangku kepentingan;
8. Melakukan
monitoring dan evaluasi serta pelaporan atas pelaksanaan pengelolaan perubahan.
Tahap 3 :
Merupakan tahap evaluasi. Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dan evaluasi data tersebut.
Hasil evaluasi ini dapat dijadikan acuan pada tahap 1 sehingga memberi
dampak pada perubahan yang diinginkan berikutnya. Secara komprehensif,
langkah-langkah penting yang harus dilaksanakan pada setiap tahap adalah
sebagai berikut:
1. Mengambil
hikmah/pelajaran (lesson learnt) dari pelaksanaan keseluruhan strategi,
rencana dan aktivitas manajemen perubahan, termasuk merumuskan dan melakukan
koreksi atas perbaikan yang diperlukan, yang diperoleh dari:
a. Pelaksanaan
survey kepada para pemangku kepentingan yang terkena perubahan dan pengukuran
tingkat keberhasilan;
b. Kunjungan
dan pengamatan ke unit-unit kerja yang melaksanakan proses perubahan; dan
c. Umpan
balik (feedback) secara langsung maupun tidak langsung yang diperoleh
dari para pemangku kepentingan.
2. Melakukan
evaluasi terhadap efektivitas pelaksanaan strategi dan rencana komunikasi;
3. Melakukan
evaluasi terhadap strategi dan rencana pelatihan untuk mendukung perubahan;
4. Melakukan
pemutakhiran atas Strategi dan Rencana Manajemen Perubahan berdasarkan evaluasi
di atas dan hikmah/pelajaran (lesson learnt) yang didapat;
5. Mengidentifikasi
dan menyampaikan setiap keberhasilan kepada seluruh pejabat dan pegawai,
melalui webs/te/situs intranet; email blast; surat edaran; pidato dalam
rapat; bulletin, dsb;
6.
Memberikan penghargaan-penghargaan
khusus kepada pegawai atau kelompok pegawai yang telah berhasil
mengimplementasikan perubahan.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari
paparan singkat di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Perubahan merupakan suatu keniscayaan, karenanya untuk
menghasilkan perubahan seperti yang diharapkan, maka dibutuhkan kemampuan
melihat (seing is believing) kemudian bergerak menyelesaikannya hingga
tuntas. Karenanya perubahan dapat dilakukan melalui: unfreezing,
movement/change, refreezing.
2.
Dalam menghadapi
situasi perubahan perlu dipahami tipe perubahan, yaitu: developmental
change, transitional change, and transformational change, ataupun tipe
perubahan yang berbentuk discontinuous incremental change dan continuous
incremental change.
3. Perlu disadari bahwa perubahan itu terjadi karena
adanya dorongan dari dalam (internal) dan dorongan dari luar (eksternal). Untuk
itu, perlu memahami tahapan perubahan, yaitu:
Tahap 1 : Merupakan tahap identifikasi, merumuskan rencana perubahan, diharapkan
seseorang dapat mengenal perubahan apa yang akan dilakukan/terjadi.
Tahap 2 : Merupakan tahap mengelola/melaksanakan, implementasi perubahan. Pada tahap ini terjadi proses
pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan.
Tahap 3 : Merupakan tahap evaluasi. Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dan evaluasi data tersebut.
3.2. Implikasi
Keberhasilan
atau kegagalan perubahan yang dilakukan sangat bergantung pada seluruh orang
didalam organisasi. Karenanya, setiap orang harus diyakinkan akan pentingnya
arti sebuah perubahan sehingga secara individual mereka memahami dan pada
akhirnya mendukung program perubahan yang dirancang.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan, Buku 4,
(Jakarta: Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, 2011)
A. Qodri Azizy,
Change Management dalam Reformasi Birokrasi, (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2007)
Dean Anderson and Linda S. Ackerman Anderson, Beyond
Change Management, (San Fransisco: Jossey Bass, 2001)
Havard
Business Essentials, Culture and Change, (Boston: Havard Business School Publishing, 2002)
Rhenald Kasali, Change! Tak Peduli Berapa Jauh Jalan
Salah yang Anda Jalani, Putar Arah Sekarang Juga (Manajemen Perubahan dan
Manajemen Harapan), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005)
Suhardi Sigit, Esensi Perilaku Organisasi,
(Yogyakarta: BPFE UST, 2003)
Winardi, Manajemen Perubahan, (Jakarta: Prenada
Media, 2005)
Wibowo, Manajemen Perubahan, Edisi Ketiga
(Jakarta: Rajawali Pers, 2012)
[1] A. Qodri Azizy, Change Management dalam Reformasi Birokrasi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007)
[4] Rhenald Kasali,
Change! Tak Peduli Berapa Jauh Jalan Salah yang Anda Jalani, Putar Arah
Sekarang Juga (Manajemen Perubahan dan Manajemen Harapan), (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2005) hal. 113
[5] Wibowo, Manajemen
perubahan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012) Hal. 200 – 202, Lihat
juga, Suhardi Sigit, Esensi Perilaku Organisasi, (Yogyakarta: BPFE UST,
2003) Hal. 269 – 270, lihat juga, Rhenald Kasali, Change! Tak Peduli Berapa
Jauh Jalan Salah yang Anda Jalani, Putar Arah Sekarang Juga (Manajemen
Perubahan dan Manajemen Harapan), (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005)
hal. 98 - 100
[6] Dean Anderson and Linda
S. Ackerman Anderson, Beyond Change Management, (San Fransisco: Jossey
Bass, 2001) hal. 32
[7] Havard
Business Essentials, Culture and Change, (Boston: Havard Business School Publishing,
2002) hal. 102
[8] Anonim, Pedoman
Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan, Buku 4, (Jakarta: Kementerian PAN
dan Reformasi Birokrasi, 2011) hal. 14 - 17
1 comment:
good
Post a Comment