Translate

Wednesday 1 October 2014

Hakikat Program



Hakikat Program

Program secara hirarki merupakan bahagian dari sebuah kebijakan publik. Kebijakan publik pada penelitian ini ditempatkan sebagai Iatar atau dasar, sedangkan yang menjadi obyek penelitiannya adalah program yang merupakan produk yang dihasilkan oleh aktor pembuat kebijakan.
Istilah kebijakan (policy term) digunakan dalam kegiatan sehari-hari, untuk mengganti kegiatan atau keputusan yang berbeda-beda[1]. Kebijakan publik (public policy) merupakan pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah[2]. Konsep Willian N. Dunn ini menjelaskan bahwa kebijakan publik mengedepankan berbagai hal dengan berdasarkan pola-pola yang bersifat kolektif, kompleks, dan saling ketergantungan, dilakukan tidak hanya oleh pejabat pemerintah, melainkan juga oleh Iembaga pemerintah secara keseluruhan.
James E. Anderson memberikan pengertian kebijakan publik adalah Behavior of some actor or set of actors, such as an official, a governmental agency, or a legislature, in a given are activity[3] Kebijakan publik merupakan arah tindakan yang bermaksud untuk ditetapkan oleh aktor atau sejumlah aktor, badan-badan dan pejabat pemerintah dalam mengatasi suatu masalah. Konsep James E. Anderson ini memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan.
Thomas R. Dye berpendapat bahwa kebijakan publik merupakan whatever governments choose to do or not to do[4]. Kebijakan publik adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Konsep Thomas R. Dye ini, tidak memberikan batasan perbedaan yang jelas antara apa yang diputuskan dan apa yang mesti dilakukan pemerintah.

Sementara itu, James P. Lester dan Joseph Stewart Jr mendefinisikan kebijakan publik sebagai a process or a series or pattern of governmental activities or decisions that are design to remedy some public problem, either real or imagined[5]. Konsep James P. Lester dan Joseph Stewart Jr ini, menjelaskan bahwa proses atau rangkaian atau pola kegiatan atau keputusan yang desain pemerintah untuk memperbaiki beberapa masalah umum, baik yang nyata maupun yang masih dalam angan-angan.
Larry N. Gerston, mengungkapkan bahwa kebijakan publik adalah an attempts to resolve public issues question that most people believe should be decide by officials at the appropriate level of government national, state or locaI[6]. Pendapat Larry N. Gerston tentang kebijakan publik Iebih menekankan kepada upaya-upaya menyelesaikan masalah publik untuk diputuskan oleh pejabat pemerintah pada setiap tingkatan pemerintahan.
Pendapat yang lebih luas tentang kebijakan publik diungkapkan oleh Peter Knoepfel, Corinne Larrue, Frederic Varone dan Michael Hill, yaitu Kebijakan publik merupakan serangkaian keputusan koheren yang disengaja atau kegiatan diambil atau dilakukan oleh masyarakat yang berbeda, dan kadang oleh aktor swasta, yang memiliki sumber daya, hubungan dengan kelembagaan dan kepentingan yang berbeda-beda, dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang telah ditentukan yang secara politis didefinisikan sebagai sifat kolektif[7].
Kebijakan publik menurut Budi Winarno merupakan kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga-lembaga dan pejabat-pejabat pemerintah yang harus mendapat perhatian sebaik-baiknya agar dapat membedakan kebijakan publik dengan bentuk-bentuk kebijakan lain dan dipengaruhi oleh aktor-aktor dan faktor-faktor bukan pemerintah[8]. Konsep ini menunjukan bahwa kebijakan tidak hanya domain pemerintah melainkan ada pada aktor-aktor dan faktor-faktor di luar pemerintah yang harus diperhatikan.
H.A.R. Tilaar dan Riant Nughoho merumuskan kebijakan publik sebagai keputusan yang dibuat oleh negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara yang bersangkutan. Kebijakan publik merupakan strategi untuk mengantar masyarakat pada awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju kepada masyarakat yang dicita-citakan[9]. Artinya kebijakan publik sebagai fakta strategis daripada fakta politis ataupun teknis. Sebagai sebuah strategi dalam kebijakan publik sudah terangkum preferensi-preferensi politis dari para aktor yang terlibat dalam proses kebijakan yang dapat saja bersifat positif (menerima) maupun negatif (menolak) dalam pilihan keputusan.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disintesakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu rangkaian kegiatan pembuatan keputusan yang dilakukan oleh pejabat, lembaga atau pemerintah mengenai urusan publik untuk mengarahkan tindakan yang mempunyai tujuan dan sasaran sebagai upaya mengatasi permasalahan publik agar sesuai dengan yang diharapkan. Hasil dari keputusan yang dibuat oleh pejabat, lembaga atau pemerintah berupa program.
Program merupakan rangkaian kegiatan yang disusun dan dilaksanakan oleh perorangan, lembaga, organisasi, dan institusi. Agar program itu dapat berjalan dengan baik perlu diatur dan dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan dan pengawasan. Kegiatan ini terkait dengan kegiatan manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengawasan. Artinya pada proses ini perlu mengintegrasikan sumber-sumber yang tidak berhubungan menjadi sistem total untuk menyelesaikan suatu tujuan.
Program merupakan segala sesuatu yang dilakukan dengan harapan akan mendatangkan hasil, pengaruh atau manfaat[10]. S. Eko Putro Widiyoko mengartikan program sebagai serangkaian kegiatan yang direncanakan dengan seksama dan dalam pelaksanaannya berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan orang banyak[11]. Sedangkan, Sukardi menyatakan bahwa program merupakan salah satu hasil kebijakan yang penetapannya melalui proses panjang dan disepakati oleh para pengelolanya untuk dilaksanakan[12].
Dari pengertian ini dapat ditarik benang merah bahwa sebuah kegiatan dapat dikategorikan sebuah program apabila mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1)  Kegiatannya direncanakan atau dirancang dengan seksama melalui pemikiran yang cerdas;
2)  Kegiatannya berlangsung secara berkesinambungan (ada keterkaitan antar kegiatannya);
3)  Kegiatan tersebut berlangsung dalam sebuah organisasi formal dan non formal;
4)  Kegiatan tersebut merupakan dalam implementasinya melibatkan orang banyak.
Program merupakan serangkaian kegiatan implementasi dari suatu kebijakan. Secara umum, program diartikan sebagai “rencana” yang akan dilakukan/dikerjakan oleh seseorang atau suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan. Namun apabila program tersebut dikaitkan dengan evaluasi program, maka program didefinisikan sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang[13]. Dalam pengertian ini, definisi program mencakup tiga persyaratan, yaitu: 1) merupakan realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan; 2) berlangsung dalam waktu yang relatif lama, bukan kegiatan tunggal tetapi kegiatan jamak yang berkesinambungan; dan 3) terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Tahapan implementasi merupakan tahapan kritis dan krusial dalam proses sebuah kebijakan. Boleh jadi, implementasi merupakan aktualisasi dari suatu kebijakan sehingga akan segera diketahui dampak dan manfaat dari sebuah kebijakan apakah sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
Implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Begitu pentingnya implementasi kebijakan, Chief J. O. Udoji (1983:32) menyatakan the execution of policies is a important if not more important than policy making. Policies will remain dreams or print in file jakets unless they are implemented[14]. Pernyataan Chief J. O. Udoji ini menjelaskan bahwa pelaksanaan kebijakan merupakan hal yang sangat penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan hanya tetap menjadi wacana atau rencana yang tersimpan dengan rapi saja jika tidak diimplementasikan. Implementasi kebijakan harus dilakukan, karena masalah-masalah yang ditetapkan dalam kebijakan menuntut pemecahan melalui tindakan-tindakan bukan hanya sekedar pada tataran konsep[15].
Implementasi kebijakan dalam pengertian yang luas merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Artinya dalam pelaksanaan undang-undang berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan untuk meraih tujuan kebijakan atau program[16]. Lebih lanjut dinyatakannya oleh Budi Winarno, bahwa implementasi merupakan fenomena yang kompleks yang boleh jadi dipahami sebagai suatu proses (process), keluaran (output), dan dampak (outcome).
Keterlibatan berbagai aktor dalam implementasi sebagaimana dinyatakan Randall B. Ripley dan Grace A. Franklin bahwa implementation process involve many important actors holding diffuse and competing goals and expectations who work within a contexts of an increasingly large and complex mix of government programs that require participation from numerous layers and units of government and who are affected by powerful factors beyond their control[17]. Pernyataan Randall B. Ripley dan Grace A. Franklin ini, menjelaskan bahwa dalam proses implementasi banyak melibatkan aktor-aktor penting dalam pencapaian tujuan dan harapan ditengah semakin besar dan kompleksnya program-program pemerintah sudah barang tentu membutuhkan partisipasi dari berbagai lapisan dan unit pemerintah tanpa menafikan adanya pengaruh yang kuat di luar kendali mereka.
Lebih lanjut, Randall B. Ripley dan Grace A. Franklin menyatakan bahwa implementasi merupakan apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan, keuntungan (benefit), atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output). Implementasi menunjukan pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan.
Implementasi merupakan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Tindakan tersebut dilakukan baik oleh individu, pejabat pemerintah ataupun swasta. Secara sederhana, implementasi merupakan tahapan yang menghubungkan antara rencana dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, implementasi merupakan proses penterjemahan pernyataan kebijakan (policy statement) ke dalam aksi kebijakan (policy action). Tujuan kebijakan pada prinsipnya adalah melakukan intervensi. Oleh karenannya, implementasi kebijakan sebenarnya merupakan tindakan (action) intervensi itu sendiri[18]. Implementasi merujuk pada serangkaian aktivitas yang dijalankan oelh pemerintah dengan mengikuti arahan tertentu tentang tujuan dan hasil yang diharapkan. Implementasi meliputi tindakan-tindakan juga non-tindakan oelh aktor, terutama birokrasi, yang sengaja di desain untuk menghasilkan efek tertentu demi tercapainya suatu tujuan.
Malcolm L. Goggin, et. al, dengan menggunakan pendekatan komunikasi, menyatakan bahwa implementasi merupakan suatu proses, serangkaian keputusan dan tindakan negara yang diarahkan untuk menjalankan suatu mandat yang telah ditetapkan. Lebih lanjut dinyatakannya bahwa Implementasi sering disejajarkan dengan ketaatan (compliance) negara, atau suatu pemenuhan tuntutan prosedur hukum sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan[19]. Maksud yang terkandung dalam pernyataan ini adalah tidak adanya perubahan terhadap suatu keputusan kebijakan yang justru dapat bertentangan dengan maksud para pembuat kebijakan.
Merilee S. Grindle menyatakan bahwa implementasi pada dasarnya merupakan upaya menerjemahkan kebijakan publik, yang merupakan pernyataan luas tentang maksud, tujuan dan cara mencapai tujuan, ke dalam berbagai program aksi untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan dalam suatu kebijakan[20]. Dengan demikian, implementasi berhubungan dengan penciptaan “policy delivery system” yang menghubungan tujuan kebijakan dengan output atau outcomes tertentu. Implementasi kebijakan  merupakan  suatu  fungsi  dari  implementasi  program  dan  berpengaruh  terhadap  pencapaian outcome nya. Oleh karena itu studi terhadap proses implementasi kebijakan hampir selalu menggunakan metode investigasi dan analisis dari aktivitas program.
Program merupakan kegiatan atau aktivitas yang dirancang untuk melaksanakan kebijakan dan dilaksanakan dalam waktu yang tidak terbatas. Oleh karena, kebijakan masih bersifat umum dan untuk melaksanakan kebijakan perlu disusun berbagai jenis program[21]. Menilik pengertian secara khusus ini, maka sebuah program merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara berkelanjutan, dilihat dari waktu pelaksanaan biasanya panjang. Selain itu, sebuah program juga tidak hanya terdiri dari satu kegiatan melainkan rangkaian kegiatan yang membentuk satu sistem yang saling terkait satu dengan lainnya dengan melibatkan lebih dari satu orang untuk melaksanakannya.
Program sebagai salah satu komponen perubahan terencana dalam pembangunan harus selalu diperbaharui sesuai kebutuhan masyarakat. Evaluasi program berfungsi untuk mengkaji atau menelaah program melalui komponen-komponennya. Komponen penting dalam suatu program adalah manusia sebagai sasaran program. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Harry P. Hatry dan Kathryn E. Newcomer, menyatakan ”a program is a set of resources and activities directed toward one or more common goals, typically under the direction of or single manager or management team”[22]. Program merupakan seperangkat sumberdaya dan kegiatan yang diarahkan pada satu atau lebih tujuan bersama, dan dipimpin oleh manajer atau tim manajemen.
Keberhasilan implementasi program sangat ditentukan oleh banyak faktor yang saling berkaitan satu dengan lainnya. G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli (1983) menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan program-program pemerintah yang bersifat desentralistis. Faktor-faktor tersebut, yaitu[23]:
1)     Kondisi lingkungan; Lingkungan yang dimaksud mencakup; a) sistem politik, b) struktur pembuat kebijakan, c) karakteristik struktur politik lokal, d) sumber daya, e) sosio kultural, f) keterlibatan penerima program dan g) infrastruktur;
2)     Hubungan antar organisasi; Hubungan antar organisasi tersebut mencakup; a) kejelasan dan konsistensi sasaran program, b) pembagian fungsi, c) standarisasi prosedur, perencanaan, anggaran, implementasi, dan evaluasi, d) ketepatan, konsistensidan kualitas komunikasi, e) efektivitas jejaring dalam mendukung program;
3)     Sumberdaya organisasi untuk implementasi program; Sumberdaya tersebut mencakup; a) kontrol terhadap sumber dana, b) keseimbangan antara anggaran dan kegiatan, c) ketepatan alokasi anggaran, d) sumber dana yang memadai, e) dukungan pemimpin politik pusat dan lokal, dan f) komitmen organisasi;
4)     Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana; Mencakup a) ketrampilan teknis, manajerial dan politis, b) kemampuan dalam koordinasi, kontrol, dan integrasi keputusan, c) dukungan sumberdaya politik, d) komunikasi internal, e) hubungan antar instansi, f) komitmen pelaksana, dan g) struktur birokrasi.
Keempat variabel tersebut di atas, akan berdampak pada kinerja, seperti; ketepatan dalam pencapaian sasaran yang telah ditentukan, adanya perubahan kemampuan administrasi, dan berbagai keluaran dan hasil yang lain.
Menurut  Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn (1975), ada enam faktor yang mempengaruhi kinerja implementasi program, yaitu:
1)     Standar dan sasaran kebijakan; Harus jelas dan terukur sehingga tidak menimbulkan multi tafsir dan gejolak;
2)     Sumberdaya; Perlunya dukungan sumberdaya manusia dan non manusia
3)     Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas; Perlunya dukungan, kerjasama dan koordinasi dengan instansi lain demi keberhasilan program;
4)     Karakteristik agen pelaksana; Kejelasan struktur birokrasi, aturan, dan pola hubungan dalam birokrasi;
5)     Kondisi sosial, ekonomi dan politik; Mencakup sumberdaya ekonomi, dukungan kelompok yang berkepentingan, karakteristik partisipan, opini publik, dan dukungan pimpinan politik;
6)     Disposisi pelaksana; Mencakup respon pelaksana, pemahaman pelaksana terhadap kebijakan, dan preferensi nilai yang dimiliki pelaksana.
Merilee S. Grindle (1980) menyatakan bahwa keberhasilan implementasi program dipengaruhi oleh dua variabel besar, yaitu:
1)     Isi kebijakan (content of policy); Mencakup a) kepentingan kelompok, b) manfaat, c) derajat perubahan, d) pengambilan keputusan, e) pelaksanaan program, dan f) keterlibatan sumberdaya;
2)     Lingkungan implementasi (context of implementation); Mencakup a) kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor, b) karakteristik institusi dan penguasa, dan c) kepatuhan dan responsivitas.
Menurut George C. Edward Ill terdapat empat variabel yang saling mempengaruhi dalam pencapaian tujuan implementasi program, yaitu[24]: 1) komunikasi (communication), 2) sumberdaya (resources), 3) disposisi (disposition), dan 4) struktur birokrasi (bureaucratic strucuture). Hubungan antara variabel dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.   Variabel Penentu Implementasi[25]
Dari gambar 3 di atas, tampak bahwa ke empat variabel saling mempengaruhi dan berhubungan dalam pencapaian tujuan implementasi program. Empat faktor yang berpengaruh terhadapa implementasi kebijakan bekerja secara simultan dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya untuk membantu atau menghambat implementasi kebijakan. Secara rinci masing-masing variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)    Komunikasi (communications): Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide-ide diantara para anggota organisasi secara timbal balik dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Hal ini, dimaksudkan untuk mengurangi resistensi (gejolak penolakan) dan distorsi dalam implementasi program. Keberhasilan komunikasi ditentukan oleh 3 (tiga) indikator dalam penyaluran komunikasi, yaitu, transmisi komunikasi, konsistensi komunikasi dan kejelasan komunikasi.
2)    Sumberdaya (resources): Sumberdaya merupakan faktor penting agar implementasi berjalan secara efektif. Tanpa sumberdayayang cermat, jelas, dan konsisten, implementasi tidak akan terlaksana. Sumber-sumber yang penting disini meliputi: sumber daya manusia (staf), informasi, kewenangan, dan sarana dan prasarana (fasilitas).
3)    Disposisi (disposition): berhubungan dengan kesediaan para implementor dalam melaksanakan program. Kesediaan untuk melaksanakan program harus diimbangi sikap dan kompetensi para implementor, seperti; kecakapan, komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Hal ini, menunjukan bahwa kecakapan belum mencukupi tanpa komitmen, kejujuran dan sifat demokratis untuk melaksanakan program yang efektif. Dalam hal ini, disposisi menjaga konsistensi tujuan program yang telah ditetapkan oleh pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan.
4)    Struktur birokrasi (bureaucratic strucuture): struktur organisasi yang baik akan tercermin dalam pelaksanaan program dan berpengaruh positif. Hal ini, menunjukan agar terlaksananya program harus ada kesesuaian antara struktur organisasi yang menjadi penyelenggara implementasi program. Struktur organisasi menjelaskan uraian tugas dan para pelaksana kebijakan, memecahkannya dalam rincian tugas serta menetapkan standar operasi prosedur (SOP).
Pada tahapan implementasi menurut Charles O. Jones, ada tiga variabel yang mendukung keberhasilan pencapaian tujuan program, yaitu[26]:
1)     Interpretasi; merupakan aktivitas penterjemahan program ke dalam pengaturan dan pengarahan yang dapat diterima dan dilaksanakan secara tepat.
2)     Organisasi; merupakan unit yang digunakan untuk melakukan pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit-unit serta metode agar program terlaksana.
3)     Aplikasi; merupakan konsekuensi berupa pemenuhan perlengkapan serta biaya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan program.
Pelaksanaan program atau aktivitas merupakan segala sesuatu yang harus dilakukan oleh instansi pemerintah atau lembaga non pemerintah dalam rangka merealisasikan program kerja operasionalnya. Khusus dalam bidang pendidikan, banyak sekali program yang sedang dan sudah dilaksanakan. Aktivitas merupakan cerminan strategi kongkret organisasi untuk diimplementasikan dengan sebaik-baiknya dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disintesakan bahwa program merupakan pengimplementasian dari satu kesatuan dari beberapa komponen kegiatan (kebijakan) yang direncanakan secara sistematis, dilaksanakan secara berkesinambungan pada suatu organisasi oleh tim pelaksana yang akan memberikan manfaat. Adapun indikator program dicirikan dengan: 1) rancangan program; 2) keterkaitan program; 3) organisasi pelaksana; 4) sumber daya pelaksana, dan 5) manfaat.


[1]    Charles O. Jones, An introduction to the study of public Policy, Third Edition. (Monterey: Books/Cole Publishing Company, 1984), hal. 25
[2]    Op. Cit. Wllllam N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, edisi ke-dua, hal. 132-133
[3]    James E. Anderson, Public Policy Making, Third Edition (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1977) hal. 4
[4]    Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, (New Jersey: Prentice Hall, 1995), hal. 2
[5]    James P. Lester dan Joseph Stewart Jr, Public Policy: An Evolutionary Approach, (Belmont: Wadsworth, 2000) hal. 18
[6]    Larry N. Gerston, Public Policy making in a Democratic society: A Guide to Civic Engagement (New York: M.E. Sharpe, Inc. 2002), hal. 5
[7]    Peter Knoepfel, Corinne Larrue, Frederic Varone dan Michael Hill, Public Policy Analysis, (UK: The Policy Press University Of Bristol, 2007), hal. 24
[8]    Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus, (Yogyakarta: CAPS, 2011) hal. 22-23
[9]    H.A.R. Tilaar dan Riant Nughoho, Kebijakan Pendidikan: Pengantar untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) hal. 184-185
[10]   Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi: Untuk Program Pendidikan dan Penelitian , (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) hal. 9
[11]   Op. Cit, S. Eko Putro Widiyoko, Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Prakti bagi Pendidik dan Calon Pendidik, hal. 8
[12]   Op. Cit, Sukardi, Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan, hal. 4
[13]   Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) hal. 3
[14]   Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Penyusunan Model-model Implementasi Kebijakan Publik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal. 126
[15]   Ali Imron, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia: Proses, Produk, dan Masa Depannya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002) hal. 65
[16]   Op. Cit. Budi Winarno, Kebijakan Publik,: Teori, Proses dan Studi Kasus, hal. 147
[17]   Randall B. Ripley dan Grace A. Franklin, Policy Implementation and bureaucracy, (Chicago: The Dorsey Press, 1986) hal. 11
[18]   Riant Nugroho, Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, Evaluasi, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003) hal. 161
[19]   Malcolm L. Goggin, Ann O’M. Bowman, James P. Lester, dan Laurence J.O Toole, Implementation Theory and Practice: Toward a Third Generation, (New York: Harper Collins, 1990) hal. 34
[20]   Merilee S. Grindle, Politics and Policy Implementationin the Third World, (New Jersey: Priceton University Press, 1980) hal. 6
[21]   Endang Mulyatiningsih, Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2013) hal. 110
[22]   Joseph S. Wholey, Harry P. Hatry and Kathryn E. Newcomer, Handbook of Practical Program Evaluation, (CA: John Wiley & Sons, Inc., 2010) hal. 5
[23]   AG. Subarsono, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hal. 101
[24]   George C. Edward Ill, Implementing Public Policy, (Washington: Congressional Quarterly Press, 1980) hal. 1-2
[25]   Ibid, hal. 148
[26]   Charles O. Jones, An Introduction to The Study of Public Polic, (Massachusetts: Duxbury Press, 1977) hal. 138

No comments: