Hakikat Program
Program secara hirarki merupakan
bahagian dari sebuah kebijakan publik. Kebijakan
publik pada penelitian ini ditempatkan sebagai Iatar atau dasar, sedangkan yang
menjadi obyek penelitiannya adalah program yang merupakan produk yang
dihasilkan oleh aktor pembuat kebijakan.
Istilah
kebijakan (policy term) digunakan
dalam kegiatan sehari-hari, untuk mengganti kegiatan atau keputusan yang
berbeda-beda[1].
Kebijakan publik (public policy) merupakan pola ketergantungan yang
kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk
keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor
pemerintah[2]. Konsep Willian
N. Dunn ini menjelaskan bahwa kebijakan publik mengedepankan berbagai hal
dengan berdasarkan pola-pola yang bersifat kolektif, kompleks, dan saling
ketergantungan, dilakukan tidak hanya oleh pejabat pemerintah, melainkan juga
oleh Iembaga pemerintah secara keseluruhan.
James E.
Anderson memberikan pengertian kebijakan publik adalah Behavior of some actor or set of actors, such as an official, a
governmental agency, or a legislature, in a given are activity[3] Kebijakan
publik merupakan arah tindakan yang bermaksud untuk ditetapkan oleh aktor atau
sejumlah aktor, badan-badan dan pejabat pemerintah dalam mengatasi suatu
masalah. Konsep James E. Anderson ini memusatkan perhatian pada apa yang
sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan.
Thomas R. Dye
berpendapat bahwa kebijakan publik merupakan whatever governments choose to do or not to do[4]. Kebijakan publik adalah apapun yang
dipilih pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Konsep Thomas R. Dye
ini, tidak memberikan batasan perbedaan yang jelas antara apa yang diputuskan
dan apa yang mesti dilakukan pemerintah.
Sementara
itu, James P. Lester dan Joseph Stewart Jr mendefinisikan kebijakan publik
sebagai a process or a series or pattern
of governmental activities or decisions that are design to remedy some public
problem, either real or imagined[5]. Konsep James
P. Lester dan Joseph Stewart Jr ini, menjelaskan bahwa proses atau rangkaian
atau pola kegiatan atau keputusan yang desain pemerintah untuk memperbaiki
beberapa masalah umum, baik yang nyata maupun yang masih dalam angan-angan.
Larry N.
Gerston, mengungkapkan bahwa kebijakan publik adalah an attempts to resolve public issues question that most people believe
should be decide by officials at the appropriate level of government national,
state or locaI[6].
Pendapat Larry N. Gerston tentang kebijakan publik Iebih menekankan kepada
upaya-upaya menyelesaikan masalah publik untuk diputuskan oleh pejabat
pemerintah pada setiap tingkatan pemerintahan.
Pendapat yang
lebih luas tentang kebijakan publik diungkapkan oleh Peter Knoepfel, Corinne
Larrue, Frederic Varone dan Michael Hill, yaitu Kebijakan publik merupakan
serangkaian keputusan koheren yang disengaja atau kegiatan diambil atau
dilakukan oleh masyarakat yang berbeda, dan kadang oleh aktor swasta, yang
memiliki sumber daya, hubungan dengan kelembagaan dan kepentingan yang
berbeda-beda, dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang telah
ditentukan yang secara politis didefinisikan sebagai sifat kolektif[7].
Kebijakan
publik menurut Budi Winarno merupakan kebijakan yang dikembangkan oleh
lembaga-lembaga dan pejabat-pejabat pemerintah yang harus mendapat perhatian
sebaik-baiknya agar dapat membedakan kebijakan publik dengan bentuk-bentuk kebijakan
lain dan dipengaruhi oleh aktor-aktor dan faktor-faktor bukan pemerintah[8]. Konsep ini
menunjukan bahwa kebijakan tidak hanya domain pemerintah melainkan ada pada
aktor-aktor dan faktor-faktor di luar pemerintah yang harus diperhatikan.
H.A.R. Tilaar
dan Riant Nughoho merumuskan kebijakan publik sebagai keputusan yang dibuat
oleh negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan
dari negara yang bersangkutan. Kebijakan publik merupakan strategi untuk
mengantar masyarakat pada awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk
menuju kepada masyarakat yang dicita-citakan[9]. Artinya
kebijakan publik sebagai fakta strategis daripada fakta politis ataupun teknis.
Sebagai sebuah strategi dalam kebijakan publik sudah terangkum preferensi-preferensi
politis dari para aktor yang terlibat dalam proses kebijakan yang dapat saja
bersifat positif (menerima) maupun negatif (menolak) dalam pilihan keputusan.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, dapat
disintesakan bahwa kebijakan publik
merupakan suatu rangkaian kegiatan pembuatan keputusan yang dilakukan oleh
pejabat, lembaga atau pemerintah mengenai urusan publik untuk mengarahkan
tindakan yang mempunyai tujuan dan sasaran sebagai upaya mengatasi permasalahan
publik agar sesuai dengan yang diharapkan. Hasil dari keputusan yang dibuat
oleh pejabat, lembaga atau pemerintah berupa program.
Program merupakan rangkaian kegiatan yang disusun dan dilaksanakan oleh
perorangan, lembaga, organisasi, dan institusi. Agar program itu dapat berjalan dengan baik perlu diatur dan dilaksanakan
mulai dari tahap perencanaan dan pengawasan. Kegiatan ini terkait dengan
kegiatan manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengawasan. Artinya pada proses ini perlu mengintegrasikan sumber-sumber yang tidak berhubungan menjadi sistem total
untuk menyelesaikan suatu tujuan.
Program merupakan segala sesuatu yang dilakukan dengan harapan akan mendatangkan
hasil, pengaruh atau manfaat[10]. S. Eko Putro Widiyoko
mengartikan program sebagai serangkaian kegiatan yang direncanakan dengan
seksama dan dalam pelaksanaannya berlangsung dalam proses yang
berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan orang
banyak[11]. Sedangkan, Sukardi menyatakan bahwa program
merupakan salah satu hasil kebijakan yang penetapannya melalui proses panjang
dan disepakati oleh para pengelolanya untuk dilaksanakan[12].
Dari
pengertian ini dapat ditarik benang merah bahwa sebuah
kegiatan dapat dikategorikan sebuah program apabila mengandung unsur-unsur
sebagai berikut:
1)
Kegiatannya direncanakan atau
dirancang dengan seksama melalui pemikiran yang cerdas;
2)
Kegiatannya berlangsung secara
berkesinambungan (ada keterkaitan antar kegiatannya);
3)
Kegiatan tersebut berlangsung dalam
sebuah organisasi formal dan non formal;
4)
Kegiatan tersebut merupakan dalam
implementasinya melibatkan orang banyak.
Program merupakan serangkaian
kegiatan implementasi dari suatu kebijakan. Secara
umum, program diartikan sebagai “rencana” yang akan dilakukan/dikerjakan oleh
seseorang atau suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan. Namun apabila
program tersebut dikaitkan dengan evaluasi program, maka program didefinisikan
sebagai suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau
implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses yang
berkesinambungan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok
orang[13]. Dalam pengertian ini, definisi program mencakup tiga
persyaratan, yaitu: 1) merupakan realisasi atau implementasi dari suatu
kebijakan; 2) berlangsung dalam waktu yang relatif lama, bukan kegiatan tunggal
tetapi kegiatan jamak yang berkesinambungan; dan 3) terjadi dalam suatu
organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Tahapan
implementasi merupakan tahapan kritis dan krusial dalam proses sebuah
kebijakan. Boleh jadi, implementasi merupakan aktualisasi dari suatu kebijakan
sehingga akan segera diketahui dampak dan manfaat dari sebuah kebijakan apakah
sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
Implementasi
kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan.
Begitu pentingnya implementasi kebijakan, Chief J. O. Udoji (1983:32)
menyatakan the execution of policies is a
important if not more important than policy making. Policies will remain dreams
or print in file jakets unless they are implemented[14]. Pernyataan
Chief J. O. Udoji ini menjelaskan bahwa pelaksanaan kebijakan merupakan hal
yang sangat penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan hanya tetap menjadi
wacana atau rencana yang tersimpan dengan rapi saja jika tidak
diimplementasikan. Implementasi kebijakan harus dilakukan, karena
masalah-masalah yang ditetapkan dalam kebijakan menuntut pemecahan melalui
tindakan-tindakan bukan hanya sekedar pada tataran konsep[15].
Implementasi
kebijakan dalam pengertian yang luas merupakan tahap dari proses kebijakan
segera setelah penetapan undang-undang. Artinya dalam pelaksanaan undang-undang
berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk
menjalankan kebijakan untuk meraih tujuan kebijakan atau program[16]. Lebih lanjut
dinyatakannya oleh Budi Winarno, bahwa implementasi merupakan fenomena yang
kompleks yang boleh jadi dipahami sebagai suatu proses (process), keluaran (output),
dan dampak (outcome).
Keterlibatan
berbagai aktor dalam implementasi sebagaimana dinyatakan Randall B. Ripley dan
Grace A. Franklin bahwa implementation
process involve many important actors holding diffuse and competing goals and
expectations who work within a contexts of an increasingly large and complex
mix of government programs that require participation from numerous layers and
units of government and who are affected by powerful factors beyond their
control[17].
Pernyataan Randall B. Ripley dan Grace A. Franklin ini, menjelaskan bahwa dalam
proses implementasi banyak melibatkan aktor-aktor penting dalam pencapaian
tujuan dan harapan ditengah semakin besar dan kompleksnya program-program
pemerintah sudah barang tentu membutuhkan partisipasi dari berbagai lapisan dan
unit pemerintah tanpa menafikan adanya pengaruh yang kuat di luar kendali
mereka.
Lebih lanjut,
Randall B. Ripley dan Grace A. Franklin menyatakan bahwa implementasi merupakan
apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas
program, kebijakan, keuntungan (benefit),
atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible
output). Implementasi menunjukan pada sejumlah kegiatan yang mengikuti
pernyataan tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan.
Implementasi
merupakan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan yang telah digariskan dalam
keputusan kebijakan. Tindakan tersebut dilakukan baik oleh individu, pejabat
pemerintah ataupun swasta. Secara sederhana, implementasi merupakan tahapan
yang menghubungkan antara rencana dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan
kata lain, implementasi merupakan proses penterjemahan pernyataan kebijakan (policy statement) ke dalam aksi
kebijakan (policy action). Tujuan
kebijakan pada prinsipnya adalah melakukan intervensi. Oleh karenannya,
implementasi kebijakan sebenarnya merupakan tindakan (action) intervensi itu sendiri[18]. Implementasi
merujuk pada serangkaian aktivitas yang dijalankan oelh pemerintah dengan
mengikuti arahan tertentu tentang tujuan dan hasil yang diharapkan.
Implementasi meliputi tindakan-tindakan juga non-tindakan oelh aktor, terutama
birokrasi, yang sengaja di desain untuk menghasilkan efek tertentu demi
tercapainya suatu tujuan.
Malcolm
L. Goggin, et. al, dengan menggunakan pendekatan komunikasi, menyatakan bahwa
implementasi merupakan suatu proses, serangkaian keputusan dan tindakan negara
yang diarahkan untuk menjalankan suatu mandat yang telah ditetapkan. Lebih
lanjut dinyatakannya bahwa Implementasi sering disejajarkan dengan ketaatan (compliance) negara, atau suatu pemenuhan
tuntutan prosedur hukum sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan[19].
Maksud yang terkandung dalam pernyataan ini adalah tidak adanya perubahan
terhadap suatu keputusan kebijakan yang justru dapat bertentangan dengan maksud
para pembuat kebijakan.
Merilee S. Grindle menyatakan bahwa
implementasi pada dasarnya merupakan upaya menerjemahkan kebijakan publik, yang
merupakan pernyataan luas tentang maksud, tujuan dan cara mencapai tujuan, ke
dalam berbagai program aksi untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan
dalam suatu kebijakan[20].
Dengan demikian, implementasi berhubungan dengan penciptaan “policy delivery system” yang
menghubungan tujuan kebijakan dengan output atau outcomes tertentu.
Implementasi kebijakan merupakan suatu
fungsi dari implementasi
program dan berpengaruh
terhadap pencapaian outcome nya. Oleh karena itu studi
terhadap proses implementasi kebijakan hampir selalu menggunakan metode
investigasi dan analisis dari aktivitas program.
Program
merupakan kegiatan atau aktivitas yang dirancang untuk melaksanakan kebijakan
dan dilaksanakan dalam waktu yang tidak terbatas. Oleh karena, kebijakan masih
bersifat umum dan untuk melaksanakan kebijakan perlu disusun berbagai jenis
program[21]. Menilik pengertian secara khusus ini,
maka sebuah program merupakan
rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara berkelanjutan, dilihat dari waktu pelaksanaan biasanya
panjang. Selain itu, sebuah program juga tidak hanya terdiri dari satu kegiatan
melainkan rangkaian kegiatan yang membentuk satu sistem yang saling terkait
satu dengan lainnya dengan melibatkan lebih dari satu orang untuk
melaksanakannya.
Program sebagai salah satu
komponen perubahan terencana dalam pembangunan harus selalu diperbaharui sesuai
kebutuhan masyarakat. Evaluasi program berfungsi untuk mengkaji atau menelaah
program melalui komponen-komponennya. Komponen penting dalam suatu program
adalah manusia sebagai sasaran program. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Harry
P. Hatry dan Kathryn E. Newcomer, menyatakan ”a program is a set of
resources and activities directed toward one or more common goals, typically
under the direction of or single manager or management team”[22]. Program merupakan seperangkat sumberdaya dan kegiatan yang diarahkan pada satu atau lebih tujuan bersama, dan dipimpin oleh manajer atau tim manajemen.
Keberhasilan
implementasi program sangat ditentukan oleh banyak faktor yang saling berkaitan
satu dengan lainnya. G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli (1983)
menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan
program-program pemerintah yang bersifat desentralistis. Faktor-faktor
tersebut, yaitu[23]:
1)
Kondisi lingkungan; Lingkungan yang
dimaksud mencakup; a) sistem politik, b) struktur pembuat kebijakan, c)
karakteristik struktur politik lokal, d) sumber daya, e) sosio kultural, f)
keterlibatan penerima program dan g) infrastruktur;
2)
Hubungan antar organisasi; Hubungan
antar organisasi tersebut mencakup; a) kejelasan dan konsistensi sasaran
program, b) pembagian fungsi, c) standarisasi prosedur, perencanaan, anggaran,
implementasi, dan evaluasi, d) ketepatan, konsistensidan kualitas komunikasi,
e) efektivitas jejaring dalam mendukung program;
3)
Sumberdaya organisasi untuk
implementasi program; Sumberdaya tersebut mencakup; a) kontrol terhadap sumber
dana, b) keseimbangan antara anggaran dan kegiatan, c) ketepatan alokasi
anggaran, d) sumber dana yang memadai, e) dukungan pemimpin politik pusat dan
lokal, dan f) komitmen organisasi;
4)
Karakteristik dan kemampuan agen
pelaksana; Mencakup a) ketrampilan teknis, manajerial dan politis, b) kemampuan
dalam koordinasi, kontrol, dan integrasi keputusan, c) dukungan sumberdaya
politik, d) komunikasi internal, e) hubungan antar instansi, f) komitmen
pelaksana, dan g) struktur birokrasi.
Keempat
variabel tersebut di atas, akan berdampak pada kinerja, seperti; ketepatan
dalam pencapaian sasaran yang telah ditentukan, adanya perubahan kemampuan
administrasi, dan berbagai keluaran dan hasil yang lain.
Menurut Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn
(1975), ada enam faktor yang mempengaruhi kinerja implementasi program, yaitu:
1)
Standar dan sasaran kebijakan; Harus
jelas dan terukur sehingga tidak menimbulkan multi tafsir dan gejolak;
2)
Sumberdaya; Perlunya dukungan
sumberdaya manusia dan non manusia
3)
Komunikasi antar organisasi dan
penguatan aktivitas; Perlunya dukungan, kerjasama dan koordinasi dengan
instansi lain demi keberhasilan program;
4)
Karakteristik agen pelaksana;
Kejelasan struktur birokrasi, aturan, dan pola hubungan dalam birokrasi;
5)
Kondisi sosial, ekonomi dan politik;
Mencakup sumberdaya ekonomi, dukungan kelompok yang berkepentingan,
karakteristik partisipan, opini publik, dan dukungan pimpinan politik;
6)
Disposisi pelaksana; Mencakup respon
pelaksana, pemahaman pelaksana terhadap kebijakan, dan preferensi nilai yang
dimiliki pelaksana.
Merilee S.
Grindle (1980) menyatakan bahwa keberhasilan implementasi program dipengaruhi
oleh dua variabel besar, yaitu:
1)
Isi kebijakan (content of policy); Mencakup a) kepentingan kelompok, b) manfaat,
c) derajat perubahan, d) pengambilan keputusan, e) pelaksanaan program, dan f)
keterlibatan sumberdaya;
2)
Lingkungan implementasi (context of implementation); Mencakup a)
kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor, b) karakteristik institusi dan
penguasa, dan c) kepatuhan dan responsivitas.
Menurut George C. Edward Ill terdapat empat variabel yang
saling mempengaruhi dalam pencapaian tujuan implementasi program, yaitu[24]: 1) komunikasi
(communication), 2) sumberdaya (resources), 3) disposisi (disposition), dan 4)
struktur birokrasi (bureaucratic
strucuture). Hubungan antara variabel dapat digambarkan sebagai berikut:
Dari gambar 3 di atas, tampak bahwa ke empat variabel saling mempengaruhi dan berhubungan dalam pencapaian
tujuan implementasi program. Empat faktor yang berpengaruh terhadapa
implementasi kebijakan bekerja secara simultan dan berinteraksi antara satu
dengan yang lainnya untuk membantu atau menghambat implementasi kebijakan.
Secara rinci masing-masing variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Komunikasi (communications):
Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide-ide diantara para
anggota organisasi secara timbal balik dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran
yang telah ditetapkan. Hal ini, dimaksudkan untuk mengurangi resistensi
(gejolak penolakan) dan distorsi dalam implementasi program. Keberhasilan
komunikasi ditentukan oleh 3 (tiga) indikator dalam penyaluran komunikasi,
yaitu, transmisi komunikasi, konsistensi komunikasi dan kejelasan komunikasi.
2) Sumberdaya (resources):
Sumberdaya merupakan faktor penting agar implementasi berjalan secara efektif.
Tanpa sumberdayayang cermat, jelas, dan konsisten, implementasi tidak akan
terlaksana. Sumber-sumber yang penting disini meliputi: sumber daya manusia
(staf), informasi, kewenangan, dan sarana dan prasarana (fasilitas).
3) Disposisi (disposition):
berhubungan dengan kesediaan para implementor dalam melaksanakan program.
Kesediaan untuk melaksanakan program harus diimbangi sikap dan kompetensi para
implementor, seperti; kecakapan, komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Hal
ini, menunjukan bahwa kecakapan belum mencukupi tanpa komitmen, kejujuran dan
sifat demokratis untuk melaksanakan program yang efektif. Dalam hal ini,
disposisi menjaga konsistensi tujuan program yang telah ditetapkan oleh
pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan.
4) Struktur birokrasi (bureaucratic
strucuture): struktur organisasi yang baik akan tercermin dalam pelaksanaan
program dan berpengaruh positif. Hal ini, menunjukan agar terlaksananya program
harus ada kesesuaian antara struktur organisasi yang menjadi penyelenggara
implementasi program. Struktur organisasi menjelaskan uraian tugas dan para
pelaksana kebijakan, memecahkannya dalam rincian tugas serta menetapkan standar
operasi prosedur (SOP).
Pada tahapan
implementasi menurut Charles O.
Jones, ada tiga variabel yang mendukung keberhasilan pencapaian
tujuan program, yaitu[26]:
1) Interpretasi;
merupakan aktivitas penterjemahan program ke dalam pengaturan dan pengarahan
yang dapat diterima dan dilaksanakan
secara tepat.
2) Organisasi;
merupakan unit yang digunakan untuk melakukan pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit-unit
serta metode agar program terlaksana.
3) Aplikasi;
merupakan konsekuensi berupa pemenuhan perlengkapan serta biaya yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan program.
Pelaksanaan program atau aktivitas merupakan segala sesuatu yang harus
dilakukan oleh instansi pemerintah atau lembaga non pemerintah dalam rangka
merealisasikan program kerja operasionalnya. Khusus dalam bidang pendidikan, banyak sekali program yang
sedang dan sudah dilaksanakan. Aktivitas merupakan cerminan strategi kongkret organisasi untuk
diimplementasikan dengan sebaik-baiknya dalam rangka mencapai tujuan dan
sasaran.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, dapat
disintesakan bahwa program merupakan pengimplementasian dari satu kesatuan dari
beberapa komponen kegiatan (kebijakan) yang direncanakan secara sistematis,
dilaksanakan secara berkesinambungan pada suatu organisasi oleh tim pelaksana
yang akan memberikan manfaat. Adapun indikator program dicirikan dengan: 1)
rancangan program; 2) keterkaitan program; 3) organisasi pelaksana; 4) sumber
daya pelaksana, dan 5) manfaat.
[1] Charles O.
Jones, An introduction to the study of
public Policy, Third Edition. (Monterey: Books/Cole Publishing Company,
1984), hal. 25
[2] Op. Cit. Wllllam N. Dunn, Pengantar
Analisis Kebijakan Publik, edisi ke-dua, hal. 132-133
[3] James E.
Anderson, Public Policy Making, Third
Edition (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1977) hal. 4
[4] Thomas R. Dye, Understanding Public Policy, (New
Jersey: Prentice Hall, 1995), hal. 2
[5] James
P. Lester dan Joseph Stewart Jr, Public
Policy: An Evolutionary Approach, (Belmont: Wadsworth, 2000) hal. 18
[6] Larry N.
Gerston, Public Policy making in a
Democratic society: A Guide to Civic Engagement (New York: M.E. Sharpe,
Inc. 2002), hal. 5
[7] Peter Knoepfel,
Corinne Larrue, Frederic Varone dan Michael Hill, Public Policy Analysis, (UK: The Policy Press University Of
Bristol, 2007), hal. 24
[8] Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi Kasus, (Yogyakarta:
CAPS, 2011) hal. 22-23
[9] H.A.R. Tilaar
dan Riant Nughoho, Kebijakan Pendidikan:
Pengantar untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan sebagai
Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012) hal. 184-185
[10] Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi: Untuk Program Pendidikan
dan Penelitian , (Jakarta: Rineka
Cipta, 2000) hal. 9
[11] Op.
Cit, S. Eko Putro Widiyoko, Evaluasi
Program Pembelajaran: Panduan Prakti bagi Pendidik dan Calon Pendidik, hal.
8
[12] Op.
Cit, Sukardi, Evaluasi Program Pendidikan dan Kepelatihan, hal. 4
[13] Suharsimi
Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan:
Pedoman Teoritis Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2008) hal. 3
[14] Solichin Abdul
Wahab, Analisis Kebijakan: Dari Formulasi
ke Penyusunan Model-model Implementasi Kebijakan Publik, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2012), hal. 126
[15] Ali Imron, Kebijaksanaan
Pendidikan di Indonesia: Proses, Produk, dan Masa Depannya, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2002) hal. 65
[16] Op. Cit. Budi Winarno, Kebijakan
Publik,: Teori, Proses dan Studi Kasus, hal. 147
[17] Randall B.
Ripley dan Grace A. Franklin, Policy
Implementation and bureaucracy, (Chicago: The Dorsey Press, 1986) hal. 11
[18] Riant Nugroho, Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi,
Evaluasi, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003) hal. 161
[19] Malcolm L.
Goggin, Ann O’M. Bowman, James P. Lester, dan Laurence J.O Toole, Implementation Theory and Practice: Toward a
Third Generation, (New York: Harper Collins, 1990) hal. 34
[20] Merilee S.
Grindle, Politics and Policy
Implementationin the Third World, (New Jersey: Priceton University Press,
1980) hal. 6
[21] Endang Mulyatiningsih, Metode Penelitian
Terapan Bidang Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2013) hal. 110
[22] Joseph S. Wholey, Harry P. Hatry and
Kathryn E. Newcomer, Handbook of Practical Program Evaluation, (CA: John
Wiley & Sons, Inc., 2010) hal. 5
[23] AG. Subarsono, Analisis Kebijakan
Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011)
hal. 101
[24] George C. Edward
Ill, Implementing Public Policy,
(Washington: Congressional Quarterly Press, 1980) hal. 1-2
[25] Ibid, hal. 148
[26] Charles O.
Jones, An Introduction to The Study of
Public Polic, (Massachusetts: Duxbury Press, 1977) hal. 138
No comments:
Post a Comment