MANAJEMEN
KONFLIK PADA SUATU ORGANISASI
I. PENDAHULUAN
Dalam sebuah organisasi, pekerjaan
individual maupun sekelompok pekerja saling terkait dengan pekerjaan
pihak-pihak lain. Ketika suatu konflik muncul didalam sebuah organisasi,
penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai komunikasi yang kurang baik.
Demikian pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan, komunikasi yang
tidak efektif selalu menjadi kambing hitam.
Para manajer bergantung kepada
ketrampilan berkomunikasi mereka dalam memperoleh informasi yang diperlukan
dalam proses perumusan keputusan, demikian pula untuk mensosialisasikan hasil
keputusan tersebut kepada pihak-pihak lain. Riset membuktikan bahwa manajer
menghabiskan waktu sebanyak 80 persen dari total waktu kerjanya untuk interaksi
verbal dengan orang lain.
Keterampilan memproses informasi yang
dituntut dari seorang manajer termasuk kemampuan untuk mengirim dan menerima
informasi ketika bertindak sebagai monitor, juru bicara (Spekesperson), maupun
penyusun strategi. Sudah menjadi tuntutan alam dalam posisi dan kewajiban
sebagai manajer untuk selalu dihadapkan pada konflik. Salah satu titik
kesulitan dari tugas seorang manajer dalam melaksanakan komunikasi yang efektif
didalam organisasi bisnis yang ditanganinya adalah memastikan bahwa arti yang
dimaksud dalam instruksi yang diberikan akan sama dengan arti yang diterima oleh
penerima instruksi demikian pula sebaliknya (The Intended Meaning of the Same).
Hal ini harus menjadi tujuan seorang manajer dalam semua komunikasi yang
dilakukannya.
Dalam hal me-manage bawahannya,
manajer selalu dihadapkan pada penentuan tuntuan pekerjaan dari setiap jabatan
yang dipegang dan ditangani oleh bawahannya (role expectaties) dan konflik
dapat menimbulkan ketegangan yang akan berefleksi buruk kepada sikap kerja dan
perilaku individual. Manajer yang baik akan berusaha untuk meminimasasi
konsukensi negatif ini dengan cara membuka dan mempertahankan komunikasi dua
arah yang efektif kepada setiap anggota bawahannya. Disinilah manajer dituntut
untuk memenuhi sisi lain dari ketrampilan interpersonalnya, yaitu kemampuan
untuk menangani dan menyelesaikan konflik.
Manajer menghabiskan 20 persen dari
waktu kerja mereka berhadapan dengan konflik. Dalam hal ini, manajer bisa saja
sebagai pihak pertama yang langsung terlibat dalam konflik tersebut, dan bisa
saja sebagai pihak pertama yang langsung terlibat dalam konflik tersebut, dan
bisa pula sebagai mediator atau pihak ketiga, yang perannya tidak lain dari
menyelesaikan konflik antar pihak lain yang mempengaruhi organisasi bisnis
maupun individual yang terlibat di dalam organisasi bisnis yang ditanganinya.
Makalah ini akan membahas apa yang
dimaksud dengan konflik itu sendiri, bagaimana konflik muncul dalam suatu
organisasi, dan yang paling penting, cara-cara untuk me-manage dan
menyelesaikan konflik yang disebut juga Manajemen Konflik.
II.
PEMBAHASAN
A.
Defenisi Konflik dan Konfliknya
Robbins dalam “Management
Organization Behavior” menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi
yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang)
yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun
pengaruh negatif.[1]
Sedang menurut Luthans, Konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya
kekuatan yang saling bertentangan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan
manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu
perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.
[2]
Perbedaan pendapat tidak
selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada
keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan
sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam persaingan beberapa pihak
menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya.
Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus kearah konflik,
terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan
dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang
terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang
yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik.
Konflik sendiri tidak
selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik
yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat
positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.
Konflik dapat berupa
perselisihan (disagreement), adanya ketegangan (the presence of tension), atau
munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik
sering menimbulkan sikap oposisi antara kedua belah pihak, sampai kepada tahap
di mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang
dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing.
Penyebab terjadinya
konflik ada dua hal: pertama, Subtantive conflicts; merupakan
perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok, pengalokasian sumber daya
dalam suatu organisasi, distribusi kebijaksanaan dan prosedur, dan pembagian
jabatan pekerjaan. Kedua, Emotional conflicts terjadi
akibat adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan
penolakan, serta adanya pertentangan antar pribadi (personality clashes).
B.
JENIS-JENIS DAN TINGKAT KONFLIK (LEVELS OF CONFLICT)
Jenis-jenis Konflik
Menurut James A.F. Stoner
dan Charles Wankel dikenal ada lima
jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar
individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.
1. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal
adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada
waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi
sekaligus.
Sebagaimana diketahui
bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:
a.
Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang
bersaing
b.
Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong
peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
c.
Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di
antara dorongan dan tujuan.
d.
Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang
menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.[3]
Hal-hal di atas dalam
proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali menimbulkan konflik.
Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.
Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal
yaitu :
a.
Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang
dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
b.
Konflik pendekatan–penghindaran, contohnya orang yang
dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
c.
Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang
dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.[4]
2. Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang
lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi
antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.[5]
Konflik Interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku
organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari
beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian
tujuan organisasi tersebut.
3. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok.
Hal ini seringkali
berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai
konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka.[6]
Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa
seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat
mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.
4. Konflik
antara kelompok dalam organisasi yang sama.
Konflik ini merupakan tipe
konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini
dan staf, pekerja dan pekerja – manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar
kelompok.[7]
5. Konflik antara organisasi
Contoh seperti di bidang
ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk
konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan. Konflik ini
berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan
produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan
pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.[8]
Tingkat Konflik
Konflik yang timbul dalam
suatu lingkungan pekerjaan dapat dibagi dalam empat tingkatan:
1.
Konflik dalam diri individu itu sendiri
Konflik dalam diri
seseorang dapat timbul jika terjadi kasus overload jitu dimana ia dibebani
dengan tanggung jawab pekerjaan yang terlalu banyak, dan dapat pula terjadi
ketika dihadapkan kepada suatu titik dimana ia harus membuat keputusan yang
melibatkan pemilihan alternatif yang terbaik.
Perspektif di bawah ini
mengidentifikasikan empat episode konflik, dikutip dari tulisan Thomas V.
Banoma dan Gerald Zaltman dalam buku Psychology for Management:
a.
Appriach-approach conflict, yaitu situasi dimana seseorang
harus memilih salah satu di antara beberapa alternatif yang sarna baiknya.
b.
Avoidance-avoidance conflict, yaitu keadaan dimana seseorang terpaksa
memilih salah satu di antara beberapa alternatif tujuan yang sama buruknya.
c.
Approach-avoidance conflict, merupakan suatu situasi dimana
seseorang terdorong oleh keinginan yang kuat untuk mencapai satu tujuan, tetapi
di sisi lain secara simultan selalu terhalang dari tujuan tersebut oleh
aspek-aspek tidak menguntungkan yang tidak bisa lepas dari proses pencapaian
tujuan itu sendiri.
d.
Multiple aproach-avoidance conflict, yaitu suatu situasi
dimana seseorang terpaksa dihadapkan pada kasus kombinasi ganda dari
approach-avoidance conflict.[9]
2. Konflik Interpersonal, yang merupakan konflik antara satu
individual dengan individual yang lain.
Konflik interpersonal
dapat berbentuk substantive maupun emotional, bahkan merupakan kasus utama dari
konflik yang dihadapi oleh para manajer dalam hal hubungan interpersonal
sebagai bagian dari tugas manajerial itu sendiri
3. Konflik Intergrup
Konflik intergrup
merupakan hal yang tidak asing lagi bagi organisasi manapun, dan konflik ini
meyebabkan sulitnya koordinasi dan integrasi dari kegiatan yang berkaitan
dengan tugas-tugas dan pekerjaan. Dalam setiap kasus, hubungan integrup harus
di-manage sebaik mungkin untuk mempertahankan kolaborasi dan menghindari semua
konsekuensi disfungsional dari setiap konflik yang mungkin timbul.
4. Konflik Interorganisasi
Konflik ini sering
dikaitkan dengan persaingan yang timbul di antara perusahaan-perusahaan swasta.
Konflik interorganisasi sebenarnya berkaitan dengan isu yang lebih besar lagi,
contohnya persetisihan antara serikat buruh dengan perusahaan. Dalam setiap
kasus, potensi terjadinya konflik melibatkan individual yang mewakili
organisasi secara keseluruhan, bukan hanya sub-unit internal atau group.
C.
KONFLIK SEBAGAI SUATU PROSES
Konflik merupakan proses yang dinamis, bukannya
kondisi statis. Konflik memiliki awal, dan melalui banyak tahap sebelum
berakhir. Ada
banyak pendekatan yang baik untuk menggambarkan proses suatu konflik antara
lain sebagai berikut :
1. Antecedent Conditions or latent Conflict
Merupakan kondisi yang
berpotensi untuk menyebabkan, atau mengawali sebuah episode konflik. Terkadang
tindakan agresi dapat mengawali proses konflik.
Antecedent conditions dapat tidak terlihat,
tidak begitu jelas di permukaan. Perlu diingat bahwa kondisi-kondisi ini belum tentu
mengawali proses suatu konflik.[10]
Sebagai contoh, tekanan yang didapat departemen produksi suatu perusahaan untuk
menekan biaya bisa menjadi sumber frustasi ketika manager penjualan ingin agar produksi
ditingkatkan untuk memenuhi permintaan pasar yang mendesak. Namun demikian, konflik
belum tentu muncul karena kedua belah pihak tidak berkeras memenuhi
keinginannya masing-masing. Disinilah dikatakan konflik bersifat laten, yaitu
berpotensi untuk muncul, tapi dalam kenyataannya tidak terjadi.
2. Perceived Conflict
Agar konflik dapat
berlanjut, kedua belah pihak harus menyadari bahwa mereka dalam keadaan
terancam dalam batas-batas tertentu. Tanpa rasa terancam ini, salah satu pihak
dapat saja melakukan sesuatu yang berakibat negatif bagi pihak lain, namun
tidak disadari sebagai ancaman.[11]
Seperti dalam kasus dia atas, bila manager penjualan dan manager produksi
memiliki kebijaksanaan bersama dalam mengatasi masalah permintaan pasar yang
mendesak, bukanya konflik yang akan muncul
melainkan kerjasama yang baik. Tetapi jika perilaku keduanya menimbulkan perselisihan,
proses konflik itu akan cenderung berlanjut.
3. Felt Conflict
Persepsi berkaitan erat
dengan perasaan. Karena itulah jika orang merasakan adanya perselisihan baik
secara aktual maupun potensial, ketegangan, frustasi, rasa marah, rasa takut,
maupun kegusaran akan bertambah.[12]
Di sinilah mulai diragukannya kepercayaan terhadap pihak lain, sehingga segala
sesuatu dianggap sebagai ancaman, dan orang mulai berpikir bagaimana untuk
mengatasi situasi dan ancaman tersebut.
4. Manifest Conflict
Persepsi dan perasaan
menyebabkan orang untuk bereaksi terhadap situasi tersebut. Begitu banyak
bentuk reaksi yang mungkin muncul pada tahap ini; argumentasi, tindakan
agresif, atau bahkan munculnya niat baik yang menghasilkan penyelesaian masalah
yang konstruktif.[13]
5. Conflict Resolution or Suppression
Conflict resolution atau hasil suatu konflik dapat
muncul dalam berbagai cara. Kedua belah pihak mungkin mencapai persetujuan yang
mengakhiri konflik tersebut.[14]
Mereka bahkan mungkin mulai mengambil langkah-langkah untuk mencegah terulangnya
konflik di masa yang akan datang. Tetapi terkadang terjadi pengacuan (suppression)
dari konflik itu sendiri. Hal ini terjadi jika kedua belah pihak menghindari
terjadinya reaksi yang keras, atau mencoba mengacuhkan begitu saja ketika
terjadi perselisihan. Konflik juga dapat dikatakan selesai jika satu pihak
berhasil mengalahkan pihak yang lain.
6. Conflict Alternatif
Ketika konflik terselesaikan,
tetap ada perasaan yang tertinggal. Terkadang perasaan lega dan harmoni yang
terjadi, seperti ketika kebijaksanaan baru yang dihasilkan dapat menjernihkan
persoalan di antara kedua belah pihak dan dapat meminimasik konflik-konflik yang
mungkin terjadi di masa yang akan datang. Tetapi jika yang tertinggal adalah
perasaan tidak enak dan ketidakpuasan, hal ini dapat menjadi kondisi yang
potensial untuk episode konflik yang selanjutnya. Pertanyaan kunci adalah
apakah pihak-pihak yang terlibat lebih dapat bekerjasama, atau malah semakin
jauh akibat terjadinya konflik.[15]
D.
PENYEBAB TERJADINYA KONFLlK
Penyelesaian efektif dari
suatu konflik seringkali menuntut agar faktor-faktor penyebabnya diubah.
Penyebab terjadinya konflik dikelompokkan dalam tiga kategori besar, yaitu
karateristik individual, beberapa kondisi umum yang muncul diantara orang-orang
dan group, serta desain dan struktur organisasi itu sendiri.
1. Karakteristik Individual
Berikut ini merupakan
perbedaan individual antar orang-orang yang mungkin dapat melibatkan seseorang
dalam konflik.
a. Nilai sikap dan Kepercayaan (Values, Attitude, and Believes)
Perasaan kita tentang apa
yang benar dan apa yang salah, dan predisposisi untuk bertindak positif maupun
negatif terhadap suatu kejadian, dapat dengan mudah menjadi sumber terjadinya
konflik. Nilai-nilai yang dipegang dapat menciptakan ketegangan-ketegangan di
antara individual dan group dalam suatu organisasi.[16]
Sebagai contoh, ketua serikat pekerja cenderung untuk memiliki nilai-nilai yang
berbeda dengan para manager. Di satu sisi ketua serikat pekerja mengutamakan
kesejahteraan tenaga kerja, sedangkan di sisi yang lain manager memandang
maksimalisasi profit sebagai prioritas utama. Nilai juga bisa menjadi alasan
kenapa orang tertarik untuk bergabung dalam suatu struktur organisasi tertentu.
Orang-orang yang bekerja dalam susunan organisasi yang birokrasi memiliki sikap
yang berbeda dengan orang yang bekerja dalam struktur organisasi yang dinamis.
Dalam organisasi birokrat, orang-orang cenderung memiliki toleransi yang rendah
terhadap keterbukaan interprestasi, individualisme, dan nilai-nilai profesional.
Mereka cenderung tidak suka berhadapan dengan informasi vang kompleks serta
menilai otoritas hierarki dan kekuasaan berdasarkan posisi dalam organisasi.
b. Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and Personality)
Konflik muncul karena
adanya perbedaan yang sangat besar antara kebutuhan dan kepribadian setiap
orang, yang bahkan dapat berlanjut kepada perseteruan antar pribadi.[17]
Sering muncul kasus di mana orang-orang yang memiliki kebutuhan kekuasaan dan
prestasi yang tinggi cenderung untuk tidak begitu suka bekerjasama dengan orang
lain, karena mereka menganggap prestasi pribadi lebih penting, sehingga hal ini
tentu mempengaruhi pihak-pihak lain dalam organisasi tersebut.
c. Perbedaan Persepsi (Perseptual Differences)
Persepsi dan penilaian
dapat menjadi penyebab terjadinya konflik.[18]
Misalnya saja, jika kita menganggap seseorang sebagai ancaman, kita dapat
berubah menjadi defensif terhadap orang tersebut. Di satu sisi, ia juga
nganggap kita tidak bersahabat, sehingga potensial terjadinya konflik muncul
dengan sendirinya. Konflik juga dapat timbul jika orang memiliki persepsi yang
salah, misalnya dengan men-stereotype orang lain atau mengajukan tuduhan
fundamental yang salah. Perbedaan perseptual sering di dalam situasi yang
samar. Kurangnya informasi dan pengetahuan mengenai suatu situasi mendorong
persepsi untuk mengambil alih dalam memberikan penilaian terhadap situasi
tersebut.
2. Faktor Situasi
a. Kesempatan dan Kebutuhan Barinteraksi (Opportunity
and Need to Interact)
Kemungkinan terjadinya
konflik akan sangat kecil jika orang-orang terpisah secara fisik dan jarang
berinteraksi. Sejalan dengan meningkatnya assosiasi di antara pihak-pihak yang
terlibat, semakin mengikat pula terjadinya konflik. Dalam bentuk interaksi yang
aktif dan kompleks seperti pengambilan keputusan bersama (joint
decision-making), potensi terjadinya koflik bahkan semakin meningkat.
b. Kebutuhan untuk Berkonsensus (Need for Consensus)
Ada banyak hal di mana para manager dari
departemen yang berbeda harus memiliki persetujuan bersama, hal ini menolong
menekan konflik tingkat minimum. Tetapi banyak pula hal dimana tiap-tiap
departemen harus melakukan consensus bersama. Karena demikian banyak pihak yang
terlibat dalam masalah-masalah seperti ini, proses menuju tercapainya konsensus
seringkali didahului dengan munculnya konflik. Sampai setiap manager departemen
yang terlibat setuju, banyak kesulitan yang akan muncul.
c. Ketergantungan satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of
One Party to Another).
Dalam kasus seperti ini,
jika satu pihak gagal melaksanakan tugasnya, tak yang lain juga terkena
akibatnya, sehingga konflik lebih sering muncul.
d. Perbedaan Status (Status Differences)
Apabila seseorang
bertindak dalam cara-cara yang kongruen dengan statusnya, konflik dapat muncul.
Sebagai contoh dalam bisnis konstruksi, para insinyur secara tipikal sering
menolak ide-ide inovatif yang diajukan oleh diajukan oleh juru gambar
(Draftsmen) karena meraka menganggap juru gambar memiliki status yang lebih
rendah, sehingga tidak sepantasnya juru gambar menjadi sejajar dalam proses
desain suatu konstruksi.
e. Rintangan Komunikasi (Communication Barriers)
Komunikasi sebagai media
interaksi diantara orang-orang dapat dengan mudah menjadi basis terjadinya konflik.
Bisa dikatakan komunikasi oleh pedang bermata dua: tidak adanya komunikasi
dapat menyebabkan terjadinya konflik, tetapi disisi lain, komunikasi yang
terjadi itu sendiri dapat menjadi potensi terjadinya konflik. Sebagai contoh,
informasi yang diterima mengenai pihak lain akan menyebabkan orang dapat
mengindentifikasi situasi perbedaan dalam hal nilai dan kebutuhan. Hal ini
dapat memulai konflik, sebenarnya dapat dihindari dengan komunikasi yang lebih
sedikit.
f. Batas-batas
tanggung jawab dan Jurisdiksi yang tidak jelas (Ambiguous tesponsibilites and
Jurisdictions)
Orang-orang dengan jabatan
dan tanggung ajwab yang jelas dapat mengetahui apa yang dituntut dari dirinya
masing-masing. Ketika terjadi ketidakjelasan tanggung jawab dan jurisdiksi,
kemungkinan terjadinya konflik jadi semakin besar. Sebagai contoh, departemen
penjualan terkadang menemukan dan memesan
material di saat departemen produksi mengklaim bahwa hal tersebut tidak
diperlukan. Bagian produksi kemudian akan menuduh departemen penjualan
melangkahi jurisdiksi mereka, sehingga konflikpun muncul tak henti-hentinya.
Hal ini dapat menyebabkan terlambatnya dipenuhi permintaan pasar, hilangnya
pelanggan, bahkan mogok kerja.[19]
E.
PENGELOLAAN KONFLIK
Konflik
dapat dicegah atau dikelola dengan:
1.
Disiplin: Mempertahankan disiplin dapat
digunakan untuk mengelola dan mencegah
konflik. Manajer harus mengetahui dan
memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi. Jika belum jelas,
mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.
2.
Pertimbangan Pengalaman dalam Tahapan
Kehidupan: Konflik dapat dikelola dengan mendukung anggota untuk mencapai
tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan hidupnya. Misalnya; staf yang berprestasi dapat
dipromosikan untuk jabatan yang
lebih tinggi, sedangkan
3.
Komunikasi: Suatu Komunikasi yang baik
akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif. Suatu upaya yang dapat
dilakukan manajer untuk menghindari
konflik adalah dengan menerapkan
komunikasi yang efektif dalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat dijadikan sebagai satu cara hidup.
4.
Mendengarkan secara aktif: Mendengarkan
secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk memastikan
bahwa penerimaan para manajer telah memiliki pemahaman yang benar, mereka dapat
merumuskan kembali permasalahan para
pegawai sebagai tanda bahwa mereka telah mendengarkan.[20]
F. TEKNIK ATAU KEAHLIAN UNTUK MENGELOLA
KONFLIK
Pendekatan dalam resolusi konflik tergantung pada :
1.
Konflik itu sendiri
2.
Karakteristik orang-orang yang terlibat
di dalamnya
3.
Keahlian individu yang terlibat dalam penyelesaian konflik
4.
Pentingnya isu yang menimbulkan konflik
5.
Ketersediaan waktu dan tenaga[21]
G. STRATEGI :
1.
Menghindar
Menghindari konflik dapat
dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau
jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan
ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan
pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri. Manajer yang terlibat
didalam konflik dapat menepiskan isu dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak
mengambil waktu untuk memikirkan hal ini dan menentukan tanggal untuk melakukan
diskusi”
2.
Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada
orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain.
Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan. Anggota yang menjadi
bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan
kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
3.
Kompetisi
Gunakan metode ini jika
anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih
dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai
anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode
yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
4.
Kompromi
atau Negosiasi
Masing-masing memberikan
dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima,
serta meminimalkan kekurangan semua
pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
5.
Memecahkan
Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang
dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.
6.
Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang
terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.[22]
III. KESIMPULAN
Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa manager sudah seharusnya memiliki keterampilan komunikasi dan penanganan
konflik yang tentunya dapat membantu mereka mengimplementasikan
keputusan-keputusan untuk mendukung proses pencapaian tujuan suatu organisasi.
Untuk dapat mencapai hal ini, manager harus dapat mengenali hambatan-hambatan
yang dapat mengganggu efektivitas komunikasi yang dapat memacu terjadinya
konflik. Keterampilankomunikasi yang baik dapat mengklarifikasi konflik yang
timbul serta dapat memperkecil konsekuensi negatif dari konflik itu sendiri
terhadap individual dan organsiasi.
Manager dituntut untuk memahami akar
dari sebuah konflik, mendiagnosis situasi konflik untuk dapat menemukan substansi
spesifik dan perbedaan emosional lainnya yang mendasari terjadinya konflik
tersebut sehingga dapat ditemukan sebab-sebab dari perbedaan ini.
Orang menangani konflik dengan
berbagai cara, tetapi hanya pendekatan penyelesaian masalah yang dapat menghasilkan
resolusi konflik yang murni. Berbagai strategi manajer konflik harus diketahui
oleh seorang manager, sehingga dapat diputuskan strategi mana yang cocok untuk
berbagai macam konflik yang dihadapi. Pada akhirnya, hubungan interpersonal
seorang manager menghadirkan kesempatan untuk meningkatkan atau malah
mengurangi kesuksesannya dalam menangani konflik. Terlatihnya seorang manager
dalam komunikasi dan proses konflik akan menempatkan posisinya sebagai salah
satu titik yang paling penting dalam kesuksesan suatu organisasi atau
perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Ann Marriner –Tomey ( 1996 ) . Guide Management and Leadership. Mosbyear
Book, Inc St Louis USA.
James
A.F. Stoner dan Charles Wankel
Schermerhom, Jr, John R.,
James G. Hunt and Richard N. Osborn, (1985), Managing Organizational Behavior,
John Wiley & Sons,lnc., New York,.
Swansburg, R.C. ( 1996 ) Management and Leadership for Managers ( 2nd ed ) Jones and Bartlett Publishers Inc, London
England.
Tosi, Henry L. John R. Rizzo,and Stephen J. Carrol.
(1986) Managing Organizational Behavoir, Ballinger Publishing Company, Cambridge, Massachusetts.
Thomas V. Banoma dan Gerald Zaltman, Psychology
for Management
[1] Schermerhom, Jr, John R., James G. Hunt and Richard N. Osborn, Managing
Organizational Behavior, John Wiley & Sons,lnc., New York. 1985
[2] Schermerhom, Jr, John R., James G. Hunt and Richard N. Osborn, Managing
Organizational Behavior, John Wiley & Sons,lnc., New York, 1985.
[3] James A.F. Stoner dan Charles Wankel
[4] James A.F. Stoner dan Charles Wankel
[5] James A.F. Stoner dan Charles Wankel
[6] James A.F. Stoner dan Charles Wankel
[7] James A.F. Stoner dan Charles Wankel
[8] Ibid
[9] Thomas V. Banoma dan Gerald Zaltman, Psychology for Management
[20] Swansburg, R.C. ( 1996 ) Management
and Leadership for Managers ( 2 th ed ) Jones and Bartlett Publishers Inc,
London England.
[21] Ann Marriner –Tomey ( 1996 ) . Guide Management and Leadership.Mosby –
Year Book, Inc St Louis USA
[22] Schermerhom, Jr, John R.,
James G. Hunt and Richard N. Osborn, Managing Organizational Behavior,
John Wiley & Sons,lnc., New York, 1985.
No comments:
Post a Comment