Translate

Wednesday 13 February 2013

Isu Kelembagaan



PENGELOLAAN STRATEGI E-LEARNING:
Desain,  Penghantaran, Implementasi dan Evaluasi
Oleh : Badrul Khan
Bab 2 : Isu Kelembagaan

Institusi sebaiknya mengembangkan strategi komprehensif dan rencana bisnis untuk keberhasilan pembelajaran e-learning. Faktor politik seringkali berdampak serius terhadap keberhasilan e-learning (Berge, 2001). Pendanaan dan sumberdaya institusi dalam menghantarkan dan mempertahankan e-learning sangat penting. Oleh karenanya, strategi e-learning harus diselaraskan dan benar-benar didukung oleh misi institusi dan rencana strategisnya. Inisiatif e-learning memerlukan keselarasan personal dengan sederet kemampuan yang berbeda (Belanger & Jordan, 2000).
Institusi yang menawarkan e-learning sebaiknya mempertimbangkan mahasiswa sebagai konsumen pendidikan dan perkuliahan di pasar bersaing. Sejak lebih banyak institusi menawarkan program e-learrning, mahasiswa memiliki banyak pilihan untuk membandingkan kualitas, pelayanan, biaya, dan kenyamanan penyelia pendidikan. Tidak mengherankan bila mahasiswa jarak jauh meminta lebih banyak pelayanan dibandingkan dengan mahasiswa yang belajar di kampus. Oleh karena itu, institusi sebaiknya  memberikan pendidikan dan pelatihan berkualitas tinggi dengan sumberdaya pembelajaran terbaik dan pelayanan pendukungnya.
Beberapa konten institusi (seperti: pendaftaran, bantuan dana) mungkin tidak sesuai dengan proyek e-learning dalam penyusunannya misalnya pelatihan di perusahaaan. Tetapi, banyak masalah yang dibicarakan dimana institusi bisa memberikan pandangan berharga dalam inisiatif e-learning di K12 dan arena pendidikan perusahaan.
Dimensi institusi e-learning dihubungkan dengan masalah administrasi, akademik, dan pelayanan mahasiswa. Berikut adalah garis besar dari bab ini:
·         Bagian Administrasi
·         Bagian Akademik
·         Pelayanan Mahasiswa

Bagian Administrasi
Masalah administrasi e-learning dibagi menjadi isu yang berkaitan dengan kebutuhan penilaian, kesiapan penilaian, organisasi dan perubahan (difusi, adopsi dan implementasi inovasi), anggaran dan balikan investasi, kerjasama dengan institusi lainnya, program dan katalog informasi kuliah, pemasaran dan rekruitmen, pendaftaran, bantuan keuangan, kalendar akademik dan jadwal kuliah, biaya pendidikan, pendaftaran dan pembayaran, pelayanan teknologi informasi, desain intruksional dan jasa mediasi, wisuda, transkrip dan nilai.

Penilaian Kebutuhan
Analisa kebutuhan bisa membantu institusi menyelaraskan kebutuhan mereka dengan target pemakai e-learning; latihan dan program yang mereka rancang untuk dipasarkan. Setiap institusi yang meluncurkan e-learning sebaiknya melakukan survei penilaian kebutuhan untuk mencari tahu harapan pelanggan (contohnya mahasiswa) mengikuti kuliah e-learning. Analisa kebutuhan akan membantu institusi mengalisis kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang, dan sebaliknya akan menjadi peralatan dalam pengembangan strategi e-learning. Analisa kebutuhan juga memberikan informasi tentang teknologi dan jasa pendukung yang diperlukan. Melalui proses penilaian kebutuhan yang komprehensif, suatu institusi bisa menetapkan sasaran/tujuan e-learning.

Penilaian Kesiapan
            Penilaian kesiapan membantu mereka-ulang status kesiapan inisiatif e-learning suatu institusi secara komprehensif dan menetapkan faktor penting yang bisa dipertimbangkan. Sifat lingkungan e-learning yang fleksibel dan terbuka membutuhkan kita untuk mereka-ulang status kesiapannya di semua domain. Chapnick (2001) membicarakan 8 jenis kesiapan institusi yaitu: psikologis, sosiologis, lingkungan, sumberdaya manusia, keuangan, teknologi, peralatan, dan konten. Welsch (2002) menyatakan ada tiga jenis dasar kesiapan: keuangan, struktur dan budaya. Dalam buku ini akan dibahas kesiapan keuangan, infrastruktur, budaya, dan konten.

Kesiapan  Keuangan
Setiap inisiatif  e-learning memerlukan dukungan keuangan dari institusi. Sebuah institusi harus menganalisis apakah inisiatif e-learning bermanfaat untuk investasi. Satu hal penting untuk faktor kesiapan keuangan adalah pertimbangan anggaran jangka panjang.

Kesiapan Infrastruktur
Inisiatif e-learning memerlukan infrastruktur teknologi yang dirancang dengan baik didukung oleh sumberdaya di bidangnya. Kesiapan infrastruktur tersmasuk juga kesiapan sumberdaya manusia, peralatan dan kemampuan teknologi.

Kesiapan Budaya
Pengarahan tentang e-learning dalam menghadapi tantangan dimana pembelajaran bertatap muka merupakan tradisi yang kuat. Oleh karena itu, penting  untuk mengakses budaya institusi dengan menggali acuan pembelajaran mahasiswa, acuan pengajaran pengajar dan kebudayaan pembelajaran yang ada. Kesiapan budaya termasuk kesiapan psikologis, sosiologis, dan lingkungan. Chapnick (2000) menyatakan bahwa faktor kesiapan psikologis mempertimbangkan keadaan pemikiran individu sebagai dampak dari hasil inisiatif e-learning, faktor kesiapan sosiologis mempertimbangkan aspek interpersonal lingkungan tempat program akan diimplementasikan, dan faktor kesiapan lingkungan mempertimbangkan kekuatan berskala besar yang melaksanakan kepentingan stakeholder didalam maupun di luar organisasi. (http://www.learningcircuits.org/nov2000/chapnick.html).

Kesiapan Konten
Konten e-learning disusun berdasarkan tujuan/sasaran proyek e-learning. Isi e-learning mungkin memasukkan banyak komponen multimedia terdiri dari: teks, grafik, audio, video, dan animasi. Penilaian lengkap komponen ini penting untuk merancang e-learning. Ini memerlukan banyak waktu dan usaha untuk membuat audio, video, dan animasi beberapa proyek e-learning, teks mungkin siap, tetapi komponen multimedia mungkin dalam pemasangan. Ketidaknyamanan ini menunda pengembangan proyek yang sudah selesai. Catatlah bahwa konten yang ada mungkin perlu dimodifikasi selama proses pengembangan e-learning, teks asli khususnya mungkin perlu ditulis kembali, ditata-ulang dan dicerna.

Organisasi dan Perubahan (Difusi, Adopsi, dan lmplementasi Inovasi)
             Kemajuan teknologi terus menerus mengubah cara kita belajar, hidup, bekerja dan berpikir. Berkat internet, kita bisa terhubung dengan kegiatan pembelajaran tanpa harus bertatap muka di kelas. Teknologi membolehkan kita berkolaborasi dengan proyek dan orang yang tidak pernah bertemu. Dampak teknologi secara dramatis mengubah sifat organisasi dan ide-ide kita tentang dampak pembelajaran dan pengetahuan. (Kearsley & Marquardt, 2001 ).
Dalam masyarakat berbasis teknologi, institusi sebaiknya mengambil keuntungan dari internet dan banyaknya teknologi digital untuk memperbaiki lingkungan pembelajaran dan menjadi organisasi  e-learning.
“E-learning memasukkan perubahan  paradigma menjadi beberapa tahap, suatu perubahan tentang  bagaimana anda berhubungan dengan pengetahuan dan informasi dalam organisasi anda” (Andy Snider in Schelin, 2001).
Dalam paradigma baru e-learning, institusi harus mengembangkan visi yang terkoordinasi tentang perubahan teknologi yang secara efektif mampu menuntun pada proses e-learning (Rossner & Stockley, 1997). Visi perubahan teknologi ini sebaiknya mulai dengan realisasi langsung bahwa institusi menyatakan misi dan rangkaian nilai yang terkait dengan pengajaran, penelitian dan fungsi administrasi yang harus diberikan oleh teknologi baru (Tiilhert, 1996, cited in Rossner & Stockley, W97).
Untuk menjadi organisasi e-learning, institusi (dengan struktur organisasi hierarhikal) mungkin memerlukan perubahan yang sangat mendasar dalam pembentukan organisasinya. Struktur organisasi dari organisasi e-learning seharusnya cukup fleksibel dalam mengakomodasi kebutuhan perubahan dari pembelajar. Kearsley and Marquardt (2001) menyatakan bahwa bentuk baru organisasi e-learning berupa struktur organisasi “infrastruktur” yang dibangun berdasarkan informasi, pembelajaran dan teknologi. Kearsley and Marquardt (2001) mempertegas bahwa institusi terus menerus melakukan perubahan menjadi organisasi pembelajar dengan infrastruktur yang baru agar tempat kelompok dan individu terus menerus berhubungan dalam proses pembelajaran baru. Oleh karenanya, perubahan ketika organisasi dibentuk menjadi langkah utama menuju inisiasi  e-learning.
E-learning adalah bentuk inovatif penyedia pembelajaran untuk memberikan keragaman pembelajaran dalam lingkungan terbuka dan fleksibel. Jenis lingkungan pembelajaran ini baru untuk kita, oleh karenanya institusi sebaiknya berusaha khusus untuk mendapat dukungan lebih besar dan penerimaan dari kelompok stakeholder termasuk mahasiswa, pengajar, staf pelayanan, dan anggota masyarakat. Untuk penyusunan organisasi, masukan dan pengaruh dari stakeholder seperti karyawan dan pelanggan akan sangat bermanfaat. Stakeholders akan banyak  berpartisipasi dalam pembelajaran e-learning bila mereka diinformasikan dengan baik keuntungan e-learning dalam kehidupan pribadi dan profesional mereka. Institusi sebaiknya berdifusi, mengadopsi, mengimplementasikan startegi untuk inisiatif e-learning.

Difusi and Adopsi
Difusi melibatkan penyebaran kata tentang inisiatif e-learning dan karenanya bisa berkontribusi untuk memperoleh pembelajaran.Penting bagi institusi untuk membenyuk tim perubahan e-learning dengan individu yang “melek” teknologi. Tim dapat membantu orang untuk memahami perubahan teknologi dan menunjukkan nilai serta keuntungan mengadopsi teknologi baru. “Agen perubahan” dapat mengaktivasi proses difusi e-learning dan memfasilitasi adopsi e-learning di antara grup stakeholder termasuk pengajar, staf, mahasiswa, anggota masyarakat dan lain sebagainya. Semua grup stakeholder sebaiknya diinformasikan tentang bagaimana munculnya teknologi mengubah cara kita mengajar, melatih, belajar dan menjalankan usaha kita. Mereka sebaiknya memahami nilai dan keuntungan kehadiran teknologi e-learning. Tim perubahan sebaiknya membantu stakeholder menerima perubahan e-learning sebagai media perantara untuk pengajaran, pelatihan dan pembelajaran.
Proses difusi e-learning bisa dimulai dengan pemanfaatan survei dan interview untuk mengidentifikasi pengajar, perkuliahan, staf yang membantu di institusi  yang rekanannya mencari arah untuk pemanfaatan teknologi (Jennings & Dirksen, 1997). “Pemimpin opini” ini dihormati anggota kelompok yang mencari sosok pemimpin. “Upaya promosi yang dilakukan pemimpin opini ini menjadi alat promosi nyata dan efektif untuk memfasilitasi perubahan. (Jennings & Dirksen, 1997, p. 112). Lnstitusi sebaiknya mempertimbangkan untuk memberikan pemimpin ini waktu atau insentif untuk melatih institusi lainnya mengadopsi e-learning.
Institusi sebaiknya menggali isu-isu yang menghambat penerimaan  e-learning. Passmore (2000) menganalisisi beberapa rintangan yang membatasi keikutsertaan anggota universitas dalam pendidikan jarak jauh. Ia mendiskusikan 3 rintangan untuk penghantaran pelatihan Web yang dihadapi pengajar di universitas yaitu: (1) terbatasnya akses dan pengalaman yang memiliki sumber daya untuk desain, pengembangan dan penghantaran Web, (2) Ketidakjelasan status kepemilikan intelektual untuk penciptaan perkuliahan Web, (3) kurangnya sistem penghargaan yang mengikat inovasi dalam perkuliahan.

Implementasi
            Setelah proses adopsi menjadi implementasi. Keuntungan proses implementasi meningkatkan penerimaan e-learning oleh grup stakeholder dan pembuatan infrastruktur pembelajaran yang efektif dan terpercaya. Ely (1999) mengidentifikasi 8 kondisi umum untuk upaya keberhasilan implementasi inovasi teknologi pendidikan: (1) ketidakpuasan terhadap status quo, (2) pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan oleh pengguna inovasi, (3) sumber daya yang dibutuhkan untuk implementasi, (4) waktu yang dibutuhkan pelaksana untuk memperoleh pengetahuan dan kemampuan, rencana penggunaan, dan cara memperoleh, mengintegrasikan dan merefleksikan siapa mereka, (5) penghargaan dan  insentif untuk pengguna inovasi, (6) keputusan bersama dan komunikasi di antara semua pihak yang terlibat, (7) dukungan pengesahan dan keberlanjutan implementasi dari inovasi individu dan kelompok penting dalam organisasi itu, dan (8) kepemimpinan pejabat eksekutif dalam organisasi itu dan proyek kepemimpinan yang melibatkan kegiatan inovasi sehari-hari. Ketertarikan institusi dalam e-learning seharusnya mereka-ulang 8 kondisi umum tersebut untuk merencanakan implementasi e-learning. 

Anggaran biaya dan Balikan investasi
Sebuah institusi seharusnya memiliki rencana anggaran komprehensif untuk e-learning. Ada 3 jenis anggaran yang berkaitan dengan e-learning. Boettcher (1999) menyatakan bahwa anggaran pertama adalah untuk desain dan program pengembangan; anggaran kedua untuk pemasaran dan penghantaran program; anggaran ketiga adalah untuk pemeliharaan selama program berlangsung.  Institusi harus memiliki dana yang cukup untuk tiga jenis anggaran biaya agar pelaksanaan program e-learning berjalan baik.
Proyek e-learning  seharusnya secara intruksional dan keuangan berjalan baik. Untuk keberhasilan program sebaiknya dilakukan studi  balikan investasi (Return of investment=ROI) dan pengembangan strategi pemasaran yang efektif. Gustafson and Schrum (2001) menyarankan bahwa institusi seharusnya melakukan studi pembiayaan dan analisis ROI sebelumnya, selama program berjalan dan sesudah implementasi proyek e-learning. ROI dalam e-learning memasukkan perbandingan biaya e-learning untuk keuntungannya. Oleh karena itu, formula ROI seperti berikut ini :


Gustalson and Schrum (2001) menyatakan bahwa perlu diperhitungkan pertimbangan pembiayaan penuh e-learning berikut ini:
·      Kompensasi lnstruktur (gaji dan keuntungan)
·      Perjalanan dan biaya hidup per hari bagi instruktur
·      Kompensasi staf pendukung (gaji dan keuntungan)
·      Pengembangan program
·      Revisi program
·      Peralatan dan Kebutuhan perangkat lunak (software)
·      Perawatan dan upgrade peralaan dan software
·      Materi untuk kebutuhan program
·      Penghantaran (biaya satellit atau  internet )
·      Biaya operasional lainnya (telpon, perangko, alat tulis, publikasi, dan lain-lain)
·      Fasilitas (pilihan)
·      ty, etc.)
·     

Ada dua jenis keuntungan  e-learning yaitu: (1) keuntungan nyata atau “hard” dan (2) keuntungan tidak nyata atau  “soft”.
Keuntungan nyata atau “hard” bisa diubah menjadi nilai moneter atau dolar. Contohnya: sebuah institusi dapat menyimpan biaya perjalanan dan ongkos per hari para guru bila menawarkan peklatihan internet sebagai pengganti biaya transportasi mereka ke daerah terpencil. Keuntungan tidak nyata atau “soft” sulit diubah menjadi bentuk dolar. Contohnya, kemampuan komunikasi lintas budaya yang dikembangkan mahasiswa dari perkuliahan e-leraning sulit untuk diubah menjadi nilai dolar.
 Kerjasama dengan Institusi lainnya
Kapabilitas  internet dan teknologi digital mendukung pembelajaran online semakin menarik. Ini berguna bagi bidang e-learning. Sekarang pelanggan (pelajar) memiliki banyak pilihan untuk memilih kualitas program pelatihan e-learning dari institusi di seluruh dunia. Dua atau lebih institusi yang memiliki status akademik yang sama bisa menumbuhkan kerjasama untuk program e-learning. Mereka bisa memasarkan masing-masing pelatihan e-learning lainnya untuk mahasiswanya. Situasi yang sama-sama menguntungkan bila semua pihak dilibatkan. Selama ada banyak upaya dan waktu untuk merancang e-lelarning yang bermakna, akan lebih baik bagi beberapa institusi menawarkan program kerjasama. Jenis kerjasama ini bisa saling menguntungkan untuk semua rekanan institusi. Contohnya, Universitas British Columbia di Cabada yang memiliki kerjasama dengan Universitas Queensland dan Universitas  Melbourne dalam bidang ilmu pertanian (Bates, 200i).

Pemasaran dan Rekrutmen
Kemunculan internet sebagai media yang mudah diakses menarik  institusi akademik dan non-akademik untuk menjadi wilayah e-learning. Institusi ini melihat besarnya balikan investasi. Hasilnya, peningkatan jumlah institusi yang saat ini menawarkan program e-learning. Sekarang mahasiswa memiliki banyak pilihan perkualian dan program e-learning dari seluruh dunia yang terbaik yang mereka butuhkan. Ini baik untuk mahasiswa, agar pasar e-learning menjadi sangat kompetitif. Di pasar e-learning, institusi non-akademik atau “vendors” kadangkala berkompetisi dengan instusi akademik dalam penawaran e-learning.
Perlu dicatat bahwa hanya perkuliahan e-learning yang ditata dengan baik kualitas isi dan pelayanan pendukung yang baik akan menarik mahasiswa (pelanggan). Dalam kompetisi global ekonomi, institusi harus menemukan cara dalam penawaran e-learning yang paling efektif dan menarik untuk mempertahankan “masa penting” dari mahasiswanya (Lavenburg, 2001). Contohnya, institusi bisa memberi testimoni bagi mahasiswa dan bagaimana perkuliahan dan program yang baik dirancang untuk e-learning. Teikyo Post University memberikan testimoni mahasiswa tentang pengalaman belajar online.
(http://www.tpuonline.com/Testimonials/indexhtml).
Penelitian pasar yang sedang berlangsung terhadap pelajar (klien) bisa mempersiapkan institusi dalam perbandingan keuntungan terhadap tawaran e-learning lainnya. Peneliti pasar  dan perekrut harus menjadi bagian dari pemasaran e-learning menyeluruh. Wilayah operasional pemasaran tergantung pada kebijakan dan jenis e-learning dari klien (pelajar). Salah satu strategi pemasaran adalah ketepatan dan informasi terkini dari tawaran e-learning yang dikenal sebagai pelajar potensial. Ini bisa dilengkapi dengan mendaftarkan situs e-learning di mesin pencari, iklan spanduk, pencantuman daftar jasa, strategi produk (nama jual), keabsahan orang dan institusi, dan lain sebagainya. Pemasaran yang efektif akan membantu institusi menarik dan merekrut siswa untuk mengikuti pelatihan dan program mereka.
Tingkat “drop out” menjadi kriteria penting untuk upaya perekrutan. Tingkat drop out yang tinggi mungkin merupakan masalah dalam perekrutan. Mahasiwa yang berpotensi akan lebih tertarik untuk menyelesaikan perkuliahan. Institusi e-learning sebaiknya menganalisis penyebab “drop out” di tingkat dasar. Dalam penelitian pada 118 mahasiswa pendidikan jarak jauh, Morgan and Tam (1999) menemukan beberapa hambatan: (misalnya, kekurangan waktu bebas, perubahan keadaan, mengambil banyak waktu dari diharapkan, studi yang tidak sesuai dengan pekerjaan), penyusunan (masalah studi pribadi, tujuan tidak jelas, masalah manajemen waktu, dll), institusional (masalah jadwal perkuliahan dan jeda, keterlambatan materi pembelajaran, umpan balik yang tidak sesuai dengan penugasan, komunikasi yang tidak memuaskan dengan fokus perkuliahan, akademik dan harapan yang tidak jelas, kehilangan kontak dengan mahasiswa, struktur pelatihan yang tidak fleksibel, masalah perolehan akademik untuk menghubungi kembali, konten perkuliahan yang usang, perubahan perkuliahan yang membingungkan, dll) dan epistemologi (konten yang sulit, ketidakcocokan hasil penilaian, fokus perkuliahan kurang relevan dengan kebutuhan pribadi, kurang pengetahuan yang disyaratkan, dll).
Institusi yang menawarkan perkuliahan e-learning sebaiknya memperhatikan hambatan yang memperlambat perbaikan. Contohnya, hambatan seperti “umpan balik yang tidak memadai dalam penugasan” menentukan tingkat dropout. Kearsley (2002) menyatakan, “Bila mahasiswa tidak cukup memberikan umpan balik dalam perkuliahan online, mereka cenderung dropout, menghasilkan tingkat penyelesaian kurang dari 50%” (p.42). Oleh karena itu, institusi sebaiknya secara periodik mengumpulkan dan menganalisis data mengapa mahasiswa dropout dan menemukan cara meminimalkannya dan menunjuk faktor yang menjadi penghambat.

Pendaftaran
Pelayanan cepat dan terpercaya dari kantor pendaftaran sangat penting. Kantor pendaftaran harus efisien dan ramah bagi pengguna dilihat dari hubungan manusiawi dan kapabilitas teknisnya. Mahasiswa jarak jauh akan menghargai pelayanan yang cepat dan terpercaya. Institusi yang menawarkan e-learning harus mempertimbangkan pemasangan sistem online yang aman dan terpercaya dalam menerima formulir aplikasi.

Bantuan keuangan
Untuk e-learning, pelayanan bantuan keuangan harus dikelola untuk memberikan jasa pelayanan terbaik mahasiswa jarak jauh dengan menggunakan dukungan pelayanan teknologi dan manusia. Mahasiswa harus bisa bicara dengan penasehat bantuan keuangan agar membantu keuangan pendidikan mereka. Bantuan keuangan, pinjaman mahasiswa dan informasi beasiswa harus tersedia secara online. Institusi dapat menyediakan lokakarya bantuan keuangan online membantu mahasiswa mengisi formulir bantuan keuangan dan kesempatan beasiswa lainnya.  Universitas Minnesota adalah institusi pertama di Amerika yang mengadopsi program bantuan keuangan melalui Web, sistem bantuan keuangan tanpa makalah (Mary Jane Smetanka, Star Tribune, April 26, 2001). Dominican University menyiapkan jasa konseling pinjaman siswa online dengan memberikan jaringan ke situs tempat siswa melengkapi sesi konseling pinjaman mahasiswa sebelum memperoleh pinjaman dari pemerintah Stafford. (http://mapping-your-futureorg/).

Registrasi dan Pembayaran
Institusi yang menawarkan e-learning harus memiliki sistem keamanan terpercaya dalam menangani semua transaksi keuangan. Sejalan dengan internet dan teknologi e-commerce yang terus memperbaiki prosedur registrasi otomatis, dan transaksi keuangan online menjadi bagian integral dari institusi e-learning.

Pelayanan Teknologi Informasi
Information Technology Services (lTS) - Pelayanan Teknologi Informasi adalah komponen penting dalam prakarsa e-learning. lTS memasukkan jaringan dan jasa pendukung komputerisiasi pengajar, staf dan mahasiswa. Pelayanan ini termasuk didalamnya pengelolaan aplikasi software dan server untuk perkuliahan, menyediakan akun e-mail, halaman untuk Web, dukungan teknis untuk mahasiswa, anggota pengajar dan staf. lTS harus menyediakan pelayanan pendukung pelaksanaan teknologi e-learning.Bila cocok, ITS akan bekerja dengan staf e-learning untuk memilih sistem manajemen pembelajaran (LMS= Learning Management System) dan sistem manajemen konten pembelajaran (LCMS= learning content management system) untuk perkuliahan. Menurut Paul Stacey (2001), “ LMS merupakan manajer perkuliahan, pengajar dan administrator yang mempersiapkan manajemen utama untuk mahasiswa. LCMS berupa pengembang konten, perancang intruksional, manajer pembelajaran yang mempersiapkan manajemen utama konten pembelajaran.

Desain Intruksional dan Pelayanan Media
Bagian desain intruksional dan pelayanan media dapat menyajikan jasa kunci selama proses desain dan pengembangan e-learning. Desain dan penghantaran e-learning membutuhkan analisa dan investigasi mendalam cara penggunaan internet dalam konser dengan prinsip desain intruksional dengan mempertimbangkan 8 dimensi  dari lingkungan e-learning yang terbuka dan fleksibel. Umumnya, individu dengan keahlian desain intruksional akan bekerjasama dengan ahli subyek konten mendesain “blueprint” e-learning. Pembuat program, artis grafis, dan perancang multimedia bekerja sebagai tim untuk pengembangan dan penciptaan materi e-learning materials dengan mengikuti “blueprint”.

Kelulusan, Transkrip dan Nilai
Kelulusan
Upacara kelulusan adalah upacara keberhasilan memenuhi upaya keras. Tidak mudah untuk melengkapi sertifikat atau program kesarjanaan online. Memerlukan kesabaran dan komitmen. Pada akhir pencapaian  kesuksesan ini, mahasiswa akan diberi penghargaan atas usahanya. Di beberapa institusi, mahasiswa online bisa mengikuti wisuda di kampus. Di universitas yang sebenarnya, mahasiswa online bisa mengikuti wisuda cyber. Contohnya di Jones lnternational University (JIU), universitas terakreditasi murni online pertama mengundang Erin Brockovich (artis yang memenangkan Academy Award-winning film “Erin Brockovich”) untuk menyampaikan pidato pada wisuda JlU’s Cyber Graduation on May 22, 2001 (majalah e-learning, June 2001, p. 12).
Institusi harus menyediakan informasi wisuda, termasuk formulir aplikasi, upacara wisuda, dan lain sebagainya untuk mahasiswa jarak jauh. Institusi juga seharusnya menyediakan penasehat wisuda untuk mahasiswa jarak jauh sehingga mereka memenuhi semua persyaratan wisuda.

Transkrip dan Nilai
Institusi e-learning harus mengembangkan sistem online sehingga mahasiswanya bisa mengakses catatan akademik dan nilai mereka dengan aman. Pada waktu mengakses transkrip dan nilai merupakan pelayanan paling penting bila institusi menyediakannya untuk mahasiswa di pelosok. Institusi dapat mendorong pengajar menyerahkan nilai mahasiswa paling mutakhir dengan memanfaatkan sistem online sehingga mahasiswa bisa memperoleh nilai paling mutakhir. Fakultas diminta memanfaatkan sistem online (bila tersedia) untuk mengubah nilai yang diperlukan.

Urusan Akademik
Urusan akademik bisa mencakup urusan akreditasi, kebijakan, kualitas institusi, fakultas dan staf pendukung, beban kerja, kompensasi kelas besar, hak kepemilikan intelektual, dan lain sebagainya.

Akreditasi
Jaminan kualitas pendidikan e-learning sangat penting. Untuk perkuliahan online, mahasiswa akan meminta lingkungan e-learning yang berkualitas tinggi dengan sumberdaya pembelajaran dirancang dengan baik dari lembaga terakreditasi. Oleh karena itu, institusi yang menawarkan e-learning akan menerima akreditasi (bila diperlukan) lembaga yang mengakreditasi untuk program e-learning. Mahasiswa jelas menginginkan kredit dari perkuliahan online yang dipercaya dan terakreditasi. Penting bagi masyarakat dunia meyakinkan bahwa standar akreditasi yang digunakan didasarkan pada jaminan bahwa mahasiswa jarak jauh menerima lingkungan pembelajaran berkualitas terbaik dengan pelayanan dan sumber daya yang bagus. Contohnya, di Amerika, Jones lnternational University menerima akreditasi dari lembaga formal Higher Learning Commission, anggota North Central Association, badsan akreditas untuk pendidikan tinggi Amerika.
(http://www.ncahigherlearningcommission.org/resources/distance-learning/).

Kebijakan
Institusi sebaiknya mengembangkan kebijakan dan panduan  e-learning. Kebijakan dan panduan e-learning institusi harus dikomunikasikan ke semua kelompok stakeholder termasuk instruktur, mahasiswa dan staf pendukung. Universitas East Carolina University (http://www.ecu.edu/webdev/policy.html) mengembangkan kebijakan dan panduan untuk isi dan penampilan dokumen dan masalah lainnya yang dimasukkan ke dalam Web.

Kualitas Intruksional
Kualitas intruksional e-learning tergantung pada seberapa bagus lingkungan e-learning dirancang dan dikelola, dan bagaimana didedikasikan dan dilibatkan sebagai staf pendukung dan intruksional. Intruksional dan staf pendukung bisa membantu menciptakan lingkungan pembelajaran bermakna bagi mahasiswa.
 Perkuliahan online memerlukan lebih banyak waktu dan usaha dari pengajar. Disarankan agar membatasi jumlah mahasiswa per pengajar. Jumlah yang bisa dikelola sehingga pembelajaran benar-benar  dikembangkan dan didukung oleh pengajar. Untuk menyajikan yang terbaik dari lingkungan pembelajaran paling bermakna, pengajar harus cukup waktu untuk berinteraksi dengan mahasiswa dalam proses pembelajaran. Institusi yang menggunakan beberapa asisten pengajar yang dibawah pengawasan pengajar senior (disebut “factory model”) dan menawarkan perkuliahan online untuk jumlah murid tak terbatas mungkin tidak melayani mahasiswa dengan cara yang sama bila satu pengajar satu perkuliah online dengan jumlah mahsiswa terbatas.

Fakultas dan Staf Pendukung
 Anggota pengajar dan staf pendukung yang terlibat dalam e-learning sebaiknya mendapat pelatihan yang memadai dan menjadi sumberdaya yang efektif dalam pengajaran dan pembelajaran mahasiswa. Price (1999) menyatakan bahwa pelatihan khusus untuk masalah teknis seperti penggunaan software lebih penting daripada desain instruksional. Ia percaya bahwa pelatihan yang kurang akan menjadikan penghambat produktivitas perkuliahan. Bischoff (2000) menyebutkan bahwa keefktifan pendidikan terletak pada bagian fasilitator (seperti pengajar online) yang harus mempertahankan visibilitas, memberikan umpan balik, menyajikan materi berkualitas tinggi, dan memindahkan hambatan bagi mahasiswa yang tegang.
Institusi perlu menyediakan dukungan yang cukup dan insentif untuk perkuliahan e-learning. Dukungan ini termasuk di dalamnya keuangan untuk setiap anggota pengajar dan staf yang melakukan penelitian, mengikuti konferensi, dan menyajikan makalah di pertemuan profesi.
Untuk memahami kerumitan lingkungan e-learning dan waktu yang diluangkan untuk menyiapkan pengalaman pembelajaran terbaik, saya merekomendasikan administrator and instruktur untuk yang mengajar mauuntuk perkuliahan online. Banyak anggota pengajar yang sekarang mengajar di perkuliahan online mungkin tidak pernah mengikuti pelatihan online selama hidupnya. Oleh karenanya penting bagi pengajar yang berencana mengajar  untuk mempertimbangkan mengambil  pelatihan pengembangan pengajar yang sedang berlangsung terkait dengan isu-isu e-learning. Setiap institusi dapat mengambil keputusan tentang kemampuan yang dibutuhkan untuk mengajar online. Stan Trollip mengirim pesan berikut di Forum Teknologi Instruksional di bulan 22, 2001 :
Memastikan bila pengajar/fasilitator dipersiapkan dengan baik.Ini penting, karena sedikit orang memiliki ketrampilan (juga, pengajar cadangan yang bagus tidak cukup menjadi pengajar online yang baik). Di Capella, seseorang yang ingin menjadi pengajar harus memasuki pelatihan online tentang cara mengajar online. Ini membantu mengamati dari sisi lainnya. Kemudian pengalaman pertama mengajar dilakukan bersama pengajar yang berpengalaman. Kami temukan bahwa fasilitas yang bagus memberikan perbedaan.
Dalam pembelajaran online, seorang pengajar harus memberi pokok bahasan dan kemampuan menyampaikan pengetahuan, dan harus mampu berperan sebagai fasilitator, mentor, dan pendamping. Aggarwal (2000) menyatakan:
Dalam pendidikan berbasis Web, peran pengajar adalah menjadi fasilitator, mentor dan pendamping. Sebagai fasilitator, pengajar perlu mengetahui bagaimana memfasilitasi diskusi kelompok kecil, menjaga arah tugas mahasiswa, dan mengarahkan pada beberapa kesepakatan. Dalam kasus dominasi oleh beberapa anggota kelompok, pengajar perlu mengintervensi dan mendorong input dari anggota yang tidak berpartisipasi. Sebagai mentor dan pendamping, pengajar akan menasehati mahasiswa dalam perkembangan studinya, melakukan konseling satu per satu dan menawarkan umpan balik yang cepat dan membangun.

Beban kerja, Ukuran kelas, dan Kompensasi
 Merancang dan mengajar perkuliahan online memerlukan  lebih banyak waktu dan upaya lebih besar dari anggota staf pengajar. Romiszowski and Chang (200l) melaporkan bahwa pelatihan yang diberikan oleh komunikasi media komputer (computer-mediated communication= CMC) hampir selalu melibatkan waktu pengajar dibandingkan dengan perkuliahan konvensional. Setelah melakukan studi metode pengajaran, Robert H. Jackson dari Universitas of Tennessee menyatakan hal yang tidak mengejutkan bagi siapapun yang berhubungan dengan e-learning,  “banyak pengajar yang mengatakan bahwa mengajar di perkuliahan online lebih menyita waktu dibandingkan dengan kelas tradisonal.” Robert H. Jackson (assisten dekan) dan Cyndi Wilson Porter (direktur online dunia) merasionalisasikan mengapa pendidikan online lebih menyita waktu (disarikan dari artikel berjudul “Ain’t Got Time to Teach,” New York Times, January 22, 2001):
Jackson mengatakan bahwa pendidikan online memaksa pengajar meluangkan banyak waktu mempelajari bagaimana mempersiapkan dan mengajar pelatihan. Porter menyatakan bahwa kenyataan pengajar harus meluangkan banyak waktu mempelajari penggunaan kebutuhan alat pendidikan online merupakan faktor keengganannya. Dia juga menyebutkan pendidikan online memberikan peluang bagi mahasiswa yang tidak berinteraksi dengan pengajar di kelas bisa memperoleh kesempatan berinteraksi dengan keinginan. Ini menyebabkan beban waktu lebih besar bagi pengajar berat bagi pengajar tanpa meningkatkan beban waktu mahasiswa.

Hak Kepemilikan Intelektual
Institusi harus menyiapkan informasi yang jelas tentang hak kepemilikan intelektual. Ketidakjelasan status properti intelektual bisa menciptakan kebingungan di antara staf pengajar.
Di kampus universitas, salah satu isu paling kontroversial berkaitan dengan kepemilikan hak cipta untuk bahan materi yang dikembangkan oleh anggota pengajar dalam masalah honor di institusi, dan penggunan materi tersebut di fakultas yang berbeda di kampus dan institusi yag berbeda. Siapa yang memiliki perkuliahan ? Apa yang terjadi bila anggota pengajar yang mengembangkan perkuliahan online pergi meninggalkan institusinya; bolehkah mereka membawanya serta ? Demikian pula, apakah institusi memiliki kebebasan penuh terhadap paket, lisensi, dan menjual karya pengajar ? “ Kebutuhan nyata bagi institusi adalah memiliki pernyataan tegas tentang kebijakan dan mekanisme untuk memastikan isu kepemilikan dinyatakan seawal mungkin dalam proses pengembangan” (Twigg, 2000). Universitas Maryland mendirikan Pusat properti intelelktual dan Hak cipta (Center for lntellectual Property and Copyright = lP) yang memberikan sumberdya dan informasi di wilayah properti intelektual, hak cipta, dan kebangkitan lingkungan digital. Pusat itu menyediakan bengkel kerja, perkuliahan online dan publikasi elektronik dan cetak, dan menyediakan kemutakhiran berkelanjutan dalam pengembangan legislatif di tingkat lokal, negara bagian, nasional dan internasional. (http://umuc.edu/distance/odell/cip/).

Pelayanan Mahasiswa
Mahasiswa yang mengambil kuliah e-learning seharusnya menerima pelayanan akademik yang layak dan pelayan pendukung seperti mahasiswa yang bertatap muka. Penting untuk dicatat bahwa pelayan untuk mahasiswa jarak jauh mungkin berbeda dibandingkan dengan m,ahasiswa yang bertatap muka karena kebutuhan mereka unik. Pelayanan mahasiswa untuk e-learning harus efektif dan komprehensif. Menurut Connick ( 1998), “Mahasiswa menyimpulkan bahwa institusi yang menawarkan kuliah atau program jarak jauh akan juga mempersiapkan pelayanan utama jarak jauh. Pelayanan ini termasuk di dalamnya pelayanan sebelum masuk, orientasi, penasihat, konseling, pelayan pengembangan ketrampilan pembelajaran, pelayanan untuk orang cacat, perpustakaakn, toko buku, jasa tutorial, mediasi dan pemecahan konflik, jaringan sosial, buletin mahasiswa, pelayanan kepegawaian, urusan alumni, dan lainnya.

Pelayanan sebelum masuk
Institusi harus menyiapkan sesi agar mahasiswa  bisa menerima informasi tentang kuliah/program dan semua pelayanan pendukung sebelum registrasi..

Orientasi
Mahasiswa di tempat terpencil selalu memerlukan detil infromasi tentang kuliah dan biasanya menghargai setiap tips yang bisa membantu mereka menyelesaikan kuliah. Oleh arena itu, tidak perlu ragu bisa kuliah e-learning memerlukan orientasi lebih detil dibandingkan dengan kelas tradisional. Mahasiswa e-learning seharusnya diberi informasi yang jelas tentang harapan dan persyaratan kuliah.
Semua mahasiswa diminta berpartisipasi di orientasi online paling tidak seminggu sebelum kuliah perdana di kelas. Orientasi menyiapkan perkenalan prosedur pembelajaran jarak jauh, termasuk peran dan tanggung jawab pengajar dan mahasiswa (Gibson, 1998), tutor, fasilitator, pembicara tamu, dan semua individu lainnya yang terlibat dalam proses. Mahasiswa, pengajar dan staf teknis diminta memasukkan biografi singkat dan ini membantu menciptakan komunitas pembelajaran virtual (Khan, I997). Spiller (2001) menyatakan bahwa salah satu cara terbaik melibatkan mahasiswa awal dalam perkuliahan adalah meminta mereka berbagi harapannya. Dalam orientasi, mahasiswa sebaiknya diberi password masuk ke perkuliahan dan juga diinformasikan bagaimana caranya memperoleh kartu identitas.

Direktori pengajar dan staf
Mahasiswa jarak jauh dan pengajar memperoleh keuntungan dengan memiliki direktori pengajar dan staf online dilengkapi alamat e-mail, nomor telepon, faksimil, alamat surat, Web, dan lain-lain.

Bimbingan
Mahasiswa jarak jauh sebaiknya menerima bimbingan akademik dan pendaftaran dari pembimbing berkualitas dalam masalah seleksi kuliah, prosedur transfer kredit, bantuan keuangan, kebijakan institusi, sumber daya yang tersedia, dan lainnya. Bimbingan teman sejawat bisa dimanfaatkan seefektif mungkin. Mahasiswa yang menyelesaikan kuliah diminta menjadi relawan sebagai pembimbing teman sejawat untuk mahasiswa baru. Di Jones International University (JIU), daftar konselor pembimbing sejawat dipersiapkan untuk mahasiswa baru.Bimbingan tema sejawat ini dikenal sebagai “e-mail buddies” membantu mahasiswa baru tentang isu yang berkaitan dengan kuliah, persyaratan dan tips belajar.

Konseling
Seperti mahasiswa di kampus, mahasiswa jarak jauh seharusnya menerima karir dan pelayanan konseling lainnya. Konselor yang berkualitas tersedia membantu mahasiswa dalam perencanaan program akademik, menyeleksi kuliah yang sesuai dengan programnya, dan memandu kemampuan studinya, manajemen waktu, manajemen stres, dan masalah pribadi.

Pengembangan Kemampuan pembelajaran
Seorang mahasiswa yang tidak memiliki pengalaman lingkungan belajar fleksibel dan terbuka akan mendapatkan keuntungan bimbingan ini. Mahasiswa kampus tradisional bisa pergi ke pusat kemampuan belajar untuk memperoleh bantuan. Di lingkungan e-learning, bimbingan mahasiswa yang dirancang dengan baik bisa menjadi pusat belajar yang efektif.

Pelayanan untuk mahasiswa yang cacat
Institusi yang menawarkan e-learning sebaiknya meyakinkan mahasiswa cacat agar dapat mengakses kuliah dan programnya, dan juga menerima pelayanan yang sama. Oleh karena itu, institusi seharusnya mempertimbangkan mengembangkan pelayanan khusus untuk membantu mahasiswa menyelesaikan kuliahnya.

Dukungan Perpustakaan
Pelayanan perpustakaan baik yang online maupun tidak sangat diminati mahasiswa jarak jauh. Menurut  ACRL or Association of College & Research Libraries (2004), “Sumberdaya dan pelayanan perpustakaan di institusi pendidikan tinggi harus mempertemukan kebutuhan semua pengajar, mahasiswa dan karyawan pendukung akademik, dengan mengabaikan dimana mereka berada”. ACRL mengembangkan Garis besar Pelayanan Perpustakaan Jarak Jauh yang menekankan pada pelayanan perpustakaan dalam penawaran harus ditata untuk memenuhi rangkaian informasi, bibliografi, dan kebutuhan pemakai yang luas.

Toko Buku
Lingkungan e-learning sebaiknya dirancang seperti kampus virtual tempat semua pelayanan mahasiswa, termasuk toko buku online, kumpulan mahasiswa online. Institusi yang memiliki toko buku di kampus, selanjutnya perlu mempertimbangkan katalog online dimana mahasiswa bisa memesan buku online. Mahasiswa juga bisa diarahkan ke toko buku online lainnya.

Pelayanan Tutorial
Pengajar (penasehat akademik) seharusnya memonitor kinerja mahasiswa selama kuliah. Mahasiswa yang mengalami kesulitan akademik sebaiknya menerima bantuan akademik dan menyediakan tutorial.

Mediasi dan Penyelesaian Konflik
Institusi yang menawarkan e-learning seharusnya meyakinkan mahasiswanya akan menerima perlakuan yang layak dari pengajar dan staf administrasi. Seperti halnya kampus yang berbasis tradisional, masalah konten di lingkungan e-learning dapat meliputi keluhan akademik, kekacauan nilai, konflik mahasiswa/pengajar, pelecehan seksual, dan diskriminasi. Mahasiswa bisa menghubungi individu (yang disebut dengan“ombuds officers”) yang menginvestigasi keluhan dan membantu mereka mendapatkan penempatan yang layak dan masuk akal.

Jaringan Sosial
Institusi mengembangkan jaringan sosial untuk membantu mahasiswa dan pengajar menghadapi isolasi yang menyertai mahasiswa jarak jauh (Dirr, 1999). Perkumpulan mahasiswa online dan ruang pengajar dibentuk untuk mendukung jaringan sosial.Pengajar dan mahasiswa bisa berbagi pemikiran, masalah dan solusi.

Buletin mahasiswa
Institusi bisa menerbitkan buletin online harian, mingguan, bulanan, empat bulanan, per semester berisi informasi penting bagi mahasiswa. Pembelajaran terbuka di Australia menyediakan “Dialogue”, buletin mahasiswa yang berisi minat mahasiswa, berita di modul, dan banyaknya ralat dalam buku ajar. Ada kesempatan bagi mahasiswa untuk berkontribusi dan berkompetisi.

Pelayanan kepegawaian dan Internal
Institusi membentuk situs jaringan informasi online  untuk lowongan pekerjaan dan internal bagi mahasiswa dan alumni.

Urusan Alumni
Alumni berperan penting untuk almamaternya. Alumni tidak hanya dapat membantu alamamaternya merekrut mahasiswa baru, tetapi juga membantu mahasiwa dalam kegiatan belajar dengan menjadi sukarelawan sebagai mentor dan memilih mahasiswa untuk lowongan kerja dan tugas belajar. Institusi seharusnya menyimpan database di internet dengan mendata alumni dan mahasiswa yang belajar saat ini. Database akan membantu mahasiswa lama dan sekarang untuk saling berkomunikasi. Mahasiswa saat ini bisa meminta bimbingan dari mahasiswa lama tentang rencana karirnya.

No comments: