Z E N O
(490
– 435 SM)
1.
Riwayat
Zeno dikenal banyak orang karena namanya
tercantum pada halaman pertama buku Parmenides karangan Plato. Zeno
diperkirakan lahir pada tahun 490 SM. Disinyalir bahwa Zeno mempunyai hubungan
“khusus” dengan Parmenides. Catatan Plato menyebutkan adanya gosip bahwa mereka
saling jatuh cinta saat Zeno masih muda, dan tulisan Zeno tentang paradoks
digunakan untuk melindungi filsafat Parmenides dari para pengkritiknya. Semua
catatan itu tidak pernah ada dan cerita itu dituturkan oleh tangan kedua. Tulisan
Aristoteles yang terdapat pada Simplicius terbit ribuan tahun setelah Zeno
digunakan sebagai acuan.
Zeno dari Elea, lahir pada awal mulainya perang
Persia konflik antara Timur dan Barat. Yunani dapat menaklukkan Persia, tapi
semua filsuf Yunani tidak pernah berhasil menaklukkan Zeno. Zeno mengemukakan 6
paradoks, teka-teki yang tidak dapat dipecahkan oleh logika filsuf terkemuka
Yunani saat itu. Paradoks yang dilontarkan Zeno membingungkan semua filsuf
Yunani, namun tidak seorang pun dapat menemukan kesalahan pada logika Zeno.
Paradoks ini menjadi sangat termasyur karena terus “mengganggu” pemikiran para
matematikawan; dan baru dapat dipecahkan hampir 2000 tahun kemudian. Dari enam
paradoksnya, yang paling terkenal, adalah paradoks lomba lari Achilles dan
kura-kura.
Zeno menjadi terkenal karena ketangkasan
perkataan dan ketajaman pikirannya. Zeno merupakan salah satu murid Parmanides,
ia mempertahankan filsafat gurunya tidak dengan menyambung keterangan atau
menambahkannya akan tetapi mengembalikan keterangan terhadap dalil-dalil orang
yang membantah gurunya, ia menyatakan jika keterangan orang yang membantah
dinyatakan salah maka pendirian gurunya benar dengan sendirinya. Oleh banyak
filosof ia dianggap banyak merelatifkan kebenaran yang telah mapan terhadap
paham yang menyatakan yang bergerak itu ada.
Selain itu, Zeno mendirikan aliran Stoa
(ar-Riwaqiyyah). Ia mengajarkan agar manusia jangan sampai bisa digerakkan oleh
kegembiraan atau kesedihan (jadi tahan diri dalam menghadapinya) dan
menyerahkan diri tanpa syarat kepada suatu keharusan yang tidak bisa ditolak
dan yang menguasai segala sesuatu.
2.
Latar belakang
Parmenides menolak faham pluralisme dan
realitas dalam berbagai macam perubahan, Parmindes mengungkapkan bahwa segala
sesuatu tidak dapat dibagi, realitas tidak berubah, dan hal-hal yang tampak dan
berbeda hanyalah ilusi belaka, sehingga dapat dibantah dengan argumen. Paham
ini, mendapat banyak kritikan.
Tanggapan terhadap kritik Zeno memicu sesuatu
yang lebih nyata, namun mampu memberi dampak mendalam bagi filsafat Yunani
bahkan sampai saat ini. Zeno berusaha menunjukkan bahwa suatu kemustahilan
diikuti oleh logika dari pandangan Parmenides. Segala sesuatu dapat menjadi
sangat kecil atau menjadi sangat besar. Paradoks ini sebagai bukti kontradiksi
atau kemustahilan akibat asumsi-asumsi yang (tampak) masuk akal. Apabila
dilihat lebih dalam maka paradoks mengarah kepada target spesifik yaitu
menyangkut lebih atau kurang: pandangan orang atau aliran pemikiran tertentu.
Zeno dengan paradoksnya berusaha menyatakan
bahwa alam semesta ini tidak berubah dan tidak bergerak. Paradoks Zeno
mengungkapkan problem-problem yang tidak dapat diselesaikan oleh semua teknik
matematika yang tersedia pada saat itu. Penyelesaian paradoks Zeno baru dimulai
pada abad 18. Paradoks itu mampu merangsang otak-otak kreatif matematikawan dan
memberi warna pada sejarah perkembangan matematika.
3. Paradoks Zeno
Zeno bersama Eudoxus menghadirkan pertentangan
dua kubu pemikiran matematika, yaitu: penghancuran kritikal dan pengembangan
kritikal. Pertentangan kedua pemikiran ini layak disebut dengan ajang
pertempuran logika antara matematikawan “hitam” dan matematikawan “putih.”
Duel “aliran” tidak hanya terjadi pada jaman
kuno, matematikawan modern juga mengekor atau menjadi pengikut salah satu idola
mereka. Ada 4 paradoks Zeno yang terkenal, meskipun yang paling terkenal adalah
paradoks kedua, perlombaan lari Archilles dan kura-kura.
a.
Dikhotomi
Paradoks
ini dikenal sebagai “dikhotomi” karena selalu terjadi pengulangan pembagian
menjadi dua. Gerak adalah tidak dimungkinkan, sebab apapun yang terjadi gerak
harus mencapai (titik) tengah terlebih dahulu sebelum mencapai (titik) akhir;
tapi sebelum mencapai titik tengah terlebih dahulu mencapai seperempat dan
seterusnya, suatu ketakterhinggaan. Jadi, gerak tidak akan pernah ada bahkan
pada saat untuk memulainya.
b.
Perlombaan lari Achilles dan kura-kura
Achilles
merupakan kesatria pada perang Troya, mitologi Yunani, berlomba lari dengan
kura-kura, tetapi Achilles tidak dapat mengalahkan kura-kura yang berjalan
lebih dahulu. Untuk memudahkan penjelasan, maka diberikan ilustrasi dengan
menggunakan angka pada paradoks ini.
Bayangkan: Achilles berlari dengan kecepatan 1 meter per detik, sedangkan kura-kura selalu berjalan dengan kecepatan setengahnya, ½ meter per detik, namun kura-kura mengawali perlombaan dari ½ jarak yang akan ditempuh (misal: jarak tempuh perlombaan 2 km, maka titik awal/start kura-kura berada pada posisi 1 km, sedang Archilles pada titik 0 km). Kura-kura berjalan begitu Achilles mencapai tempatnya. Begitu Achilles mencapai posisi 1 km, kura-kura berada pada posisi 1,5 km; Achilles mencapai posisi 1,5 km, kura-kura mencapai posisi 1,75; Achilles mencapai posisi 1,75 km, kura-kura mencapai posisi 1,875 km. Pertanyaannya adalah kapan Achilles dapat menyusul kura-kura?.
Bayangkan: Achilles berlari dengan kecepatan 1 meter per detik, sedangkan kura-kura selalu berjalan dengan kecepatan setengahnya, ½ meter per detik, namun kura-kura mengawali perlombaan dari ½ jarak yang akan ditempuh (misal: jarak tempuh perlombaan 2 km, maka titik awal/start kura-kura berada pada posisi 1 km, sedang Archilles pada titik 0 km). Kura-kura berjalan begitu Achilles mencapai tempatnya. Begitu Achilles mencapai posisi 1 km, kura-kura berada pada posisi 1,5 km; Achilles mencapai posisi 1,5 km, kura-kura mencapai posisi 1,75; Achilles mencapai posisi 1,75 km, kura-kura mencapai posisi 1,875 km. Pertanyaannya adalah kapan Achilles dapat menyusul kura-kura?.
c.
Anak panah
Anak
panah bergerak (karena dilepaskan dari busur) pada waktu tertentu, diam maupun
tidak diam. Apabila waktu tidak dapat dibagi, panah tidak akan bergerak.
Apabila waktu kemudian dibagi. Tetapi waktu juga tersusun dari setiap (satuan)
saat. Jadi panah tidak dapat bergerak pada suatu saat tertentu, tidak dapat
bergerak pula pada waktu. Oleh karena itu anak panah selalu diam.
d.
Stadion
Paradoks
tentang gerakan urutan orang duduk di dalam stadion. Urutan [AAAA] yang diam
diperbandingkan dengan urutan bergerak pada tempat duduk stadion dari dua arah
yang berlawanan, [BBBB]: urutan orang yang bergerak ke kiri dan [CCCC]: urutan
orang duduk yang bergerak ke kanan.
Paradoks
tentang stadion ini dapat digambarkan sebagai berikut:
AAAA: urutan berhenti
BBBB: urutan bergerak ke kiri
CCCC: urutan bergerak ke kanan
Semuanya bergerak dengan kecepatan tetap/sama.
AAAA: urutan berhenti
BBBB: urutan bergerak ke kiri
CCCC: urutan bergerak ke kanan
Semuanya bergerak dengan kecepatan tetap/sama.
Posisi Sebelum:
Urutan
duduk AAAA, BBBB dan CCC terletak rapi, baris dan kolom sama. Gerakan dimulai,
dengan kecepatan sama, urutan BBBB dan urutan CCCC bergerak. Urutan B paling
kiri melewati 2 orang: C paling kiri dan A paling kiri. Jarak B paling kiri
dengan C paling kiri adalah 2 kali jarak B paling kiri dengan A paling kiri,
dengan waktu yang sama.
Zeno
mempertanyakan mengapa dengan waktu yang sama dan kecepatan sama ada perbedaan
jarak yang ditempuh?
4.
Pemecahan modern
Semua orang tahu bahwa dalam dunia nyata,
Achilles pasti dapat menyusul kura-kura, namun dari argumen Zeno, Achilles
tidak akan pernah dapat menyusul kura-kura. Para filsuf jaman itu pun tidak
mampu membuktikan paradoks tersebut, walaupun mereka tahu bahwa kesimpulan
akhirnya adalah salah. “Senjata” filsuf hanya logika, dan deduksi tidaklah
berguna dalam kasus ini. Semua langkah tampaknya masuk akal, dan jika semua
prosedur sudah dijalani, bagaimana kesimpulan yang didapat ternyata salah?
Mereka terperangah dengan problem tersebut,
tetapi tidak memahami akar permasalahan: ketakterhingga (infinite). Hal ini
sama dapat terjadi apabila anda membagi sebuah mata uang menjadi 1/2, 1/4, 1/8,
1/16, 1/32, 1/64 dan seterusnya sampai tidak terhingga tetapi hasilnya akhirnya
jelas, yaitu: tetap 1 mata uang. Matematikawan modern menyebut fenomena ini
dengan istilah limit; angka 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, 1/128 dan
seterusnya mendekati angka 0 sebagai titik akhir (limit).
Angka berurutan dengan pola tertentu sampai tidak
mempunyai batas akhir; mereka makin kecil dan bertambah kecil sampai tidak
dapat dibedakan lagi. Orang Yunani tidak mampu menangani ketakterhinggaan.
Mereka berpikir keras tentang konsep kosong (void) tetapi menolak (angka) 0
sebagai angka. Hal ini pula yang membuat mereka pernah dapat menemukan
kalkulus.
5.
Dua paradoks tambahan
Tidak puas dengan empat paradoks yang
dilontarkan. Zeno menambahkan dua paradoks lain yang tidak kalah rumitnya.
a. Paradoks
tentang tempat
Paradoks
ini cukup singkat, sehingga Zeno sulit menjelaskannya. Secara sederhanakan dapat
dijelaskan sebagai berikut: keberadaan segala sesuatu benda (misal: batu)
adalah suatu tempat tertentu (misal: meja), sedangkan tempat tertentu itupun
(meja) memerlukan suatu tempat (misal: rumah) dan seterusnya sampai
ketakterhinggaan.
b.
Paradoks tentang bulir gandum
Apabila
anda menjatuhkan sebuah karung berisi gandum yang belum dikupas kulitnya akan
terdengar suara keras; tetapi suara itu adalah akibat gesekan bulir-bulir
gandum dalam karung; akibatnya setiap bagian dari bulir-bulir gandum
menimbulkan suara saat jatuh ke tanah. Kemudian pertimbangkanlah menjatuhkan
setiap bagian dari bulir gandum itu; kita semua tahu bahwa tidak ada suara yang
terdengar.
6.
Apa yang sebenarnya yang dibicarakan Zeno?
Hal yang paling dominan dalam Paradoks Zeno,
yakni: gerak dan ketakhinggaan. Zeno menganggap bahwa perubahan di dunia
bersifat semu. Pendapat ini, tercermin pada empat buah paradoks di atas.
Dalam paradoks pertama, Zeno menyampaikan bahwa
gerak benda antara dua titik bersifat mustahil atau minimal, mengandung aspek filsafat
yang misterius. Ada baiknya kalau kita simak lagi paradoksnya di bawah ini.
Setengah, seperempat, seperdelapan,
seperenambelas…
Pada gambar di atas, terlihat banyak segmen
perjalanan antara dua titik (0-100). Yang mengganggu Zeno di sini bukan
geraknya, melainkan, bagaimana ketakhinggaan bisa begitu merepotkan. Pada
contoh di atas Zeno mengetengahkan bahwa karena jumlah segmen yang harus
ditempuh sejumlah tak hingga maka gerak dari satu tempat ke tempat lain adalah
mustahil.
Maksudnya, apabila orang hendak berjalan menuju
garis finis, maka lintasan jalannya dapat dibagi jadi bagian kecil-kecil.
Kemudian supaya bisa lewat, maka bagian kecil-kecil itu harus dijalani satu per
satu. Sedemikian hingga pada akhirnya orang sampai garis finis. Akan tetapi
problemnya adalah bahwa yang kecil-kecil itu jumlahnya amat banyak sehingga Zeno
mengungkapkan jumlahnya mencapai tak terhingga.
Dapatkah orang menempuh jarak kecil-kecil itu tak
berhingga kali ? Jawabannya mustahil. Zeno sendiri akhirnya menilai bahwa gerak
antara dua titik itu adalah semu. Biarpun di dunia nyata orang
melakukannya dengan mudah, bukan tak mungkin bahwa itu sebenarnya hanya ilusi.
Hal yang sama juga berlaku di paradoks kedua
“Achilles dan Kura-kura”. Lewat paradoks ini Zeno menyatakan bahwa “mustahil
bagi orang yang telat balapan untuk dapat menyamai lawannya”. Sebagaimana,
digambarkan Zeno bahwa Archilles tak akan mampu melewati kura-kura.
(keterangan: t 0 melambangkan situasi pada saat
pertama; t 1 melambangkan situasi pada saat kedua;dan seterusnya)
Problemnya tentu saja bahwa di dunia nyata hal
itu tidak berlaku, makanya disebut paradoks. Sebagai contoh Pembalap yang start
belakangan selalu bisa menyalip lawan di depannya. Walau kadang agak sulit
melakukannya, tetapi bukan tidak mungkin.
Sebagaimana halnya dengan paradoks pertama,
yang hendak disampaikan Zeno di sini adalah bagaimana konsep gerak jadi semu
kalau dianalisis secara tak-hingga.
Sumber Rujukan
http://id.wikipedia.org/wiki/Zeno
http://www.1902encyclopedia.com/Z/ZEN/zeno-of-elea.html; diakses: 3 Maret 2012
http://www.belajar-filsafat.com/2009/04/logika-4.html; diakses: 3 maret 2012)
http://nusantara-putra.blogspot.com/2011/05/pemikiran-aristoteles.html;
diakses: 3 maret 2012)
http://zenosphere.wordpress.com/2011/01/28/empat-paradoks-zeno/
http://www.masbied.com/2010/06/04/filsafat-hellenisme-dan-romawi/ ; diakses: 3 maret 2012)
No comments:
Post a Comment