Translate

Sunday 10 February 2013

ZENO



Z E N O
(490 – 435 SM)

1.    Riwayat
Zeno dikenal banyak orang karena namanya tercantum pada halaman pertama buku Parmenides karangan Plato. Zeno diperkirakan lahir pada tahun 490 SM. Disinyalir bahwa Zeno mempunyai hubungan “khusus” dengan Parmenides. Catatan Plato menyebutkan adanya gosip bahwa mereka saling jatuh cinta saat Zeno masih muda, dan tulisan Zeno tentang paradoks digunakan untuk melindungi filsafat Parmenides dari para pengkritiknya. Semua catatan itu tidak pernah ada dan cerita itu dituturkan oleh tangan kedua. Tulisan Aristoteles yang terdapat pada Simplicius terbit ribuan tahun setelah Zeno digunakan sebagai acuan.
Zeno dari Elea, lahir pada awal mulainya perang Persia konflik antara Timur dan Barat. Yunani dapat menaklukkan Persia, tapi semua filsuf Yunani tidak pernah berhasil menaklukkan Zeno. Zeno mengemukakan 6 paradoks, teka-teki yang tidak dapat dipecahkan oleh logika filsuf terkemuka Yunani saat itu. Paradoks yang dilontarkan Zeno membingungkan semua filsuf Yunani, namun tidak seorang pun dapat menemukan kesalahan pada logika Zeno. Paradoks ini menjadi sangat termasyur karena terus “mengganggu” pemikiran para matematikawan; dan baru dapat dipecahkan hampir 2000 tahun kemudian. Dari enam paradoksnya, yang paling terkenal, adalah paradoks lomba lari Achilles dan kura-kura.
Zeno menjadi terkenal karena ketangkasan perkataan dan ketajaman pikirannya. Zeno merupakan salah satu murid Parmanides, ia mempertahankan filsafat gurunya tidak dengan menyambung keterangan atau menambahkannya akan tetapi mengembalikan keterangan terhadap dalil-dalil orang yang membantah gurunya, ia menyatakan jika keterangan orang yang membantah dinyatakan salah maka pendirian gurunya benar dengan sendirinya. Oleh banyak filosof ia dianggap banyak merelatifkan kebenaran yang telah mapan terhadap paham yang menyatakan yang bergerak itu ada.
Selain itu, Zeno mendirikan aliran Stoa (ar-Riwaqiyyah). Ia mengajarkan agar manusia jangan sampai bisa digerakkan oleh kegembiraan atau kesedihan (jadi tahan diri dalam menghadapinya) dan menyerahkan diri tanpa syarat kepada suatu keharusan yang tidak bisa ditolak dan yang menguasai segala sesuatu.

2.    Latar belakang
Parmenides menolak faham pluralisme dan realitas dalam berbagai macam perubahan, Parmindes mengungkapkan bahwa segala sesuatu tidak dapat dibagi, realitas tidak berubah, dan hal-hal yang tampak dan berbeda hanyalah ilusi belaka, sehingga dapat dibantah dengan argumen. Paham ini, mendapat banyak kritikan.
Tanggapan terhadap kritik Zeno memicu sesuatu yang lebih nyata, namun mampu memberi dampak mendalam bagi filsafat Yunani bahkan sampai saat ini. Zeno berusaha menunjukkan bahwa suatu kemustahilan diikuti oleh logika dari pandangan Parmenides. Segala sesuatu dapat menjadi sangat kecil atau menjadi sangat besar. Paradoks ini sebagai bukti kontradiksi atau kemustahilan akibat asumsi-asumsi yang (tampak) masuk akal. Apabila dilihat lebih dalam maka paradoks mengarah kepada target spesifik yaitu menyangkut lebih atau kurang: pandangan orang atau aliran pemikiran tertentu.
Zeno dengan paradoksnya berusaha menyatakan bahwa alam semesta ini tidak berubah dan tidak bergerak. Paradoks Zeno mengungkapkan problem-problem yang tidak dapat diselesaikan oleh semua teknik matematika yang tersedia pada saat itu. Penyelesaian paradoks Zeno baru dimulai pada abad 18. Paradoks itu mampu merangsang otak-otak kreatif matematikawan dan memberi warna pada sejarah perkembangan matematika.

3.  Paradoks Zeno
Zeno bersama Eudoxus menghadirkan pertentangan dua kubu pemikiran matematika, yaitu: penghancuran kritikal dan pengembangan kritikal. Pertentangan kedua pemikiran ini layak disebut dengan ajang pertempuran logika antara matematikawan “hitam” dan matematikawan “putih.”
Duel “aliran” tidak hanya terjadi pada jaman kuno, matematikawan modern juga mengekor atau menjadi pengikut salah satu idola mereka. Ada 4 paradoks Zeno yang terkenal, meskipun yang paling terkenal adalah paradoks kedua, perlombaan lari Archilles dan kura-kura.
 
     a.    Dikhotomi
Paradoks ini dikenal sebagai “dikhotomi” karena selalu terjadi pengulangan pembagian menjadi dua. Gerak adalah tidak dimungkinkan, sebab apapun yang terjadi gerak harus mencapai (titik) tengah terlebih dahulu sebelum mencapai (titik) akhir; tapi sebelum mencapai titik tengah terlebih dahulu mencapai seperempat dan seterusnya, suatu ketakterhinggaan. Jadi, gerak tidak akan pernah ada bahkan pada saat untuk memulainya.

     b.   Perlombaan lari Achilles dan kura-kura
Achilles merupakan kesatria pada perang Troya, mitologi Yunani, berlomba lari dengan kura-kura, tetapi Achilles tidak dapat mengalahkan kura-kura yang berjalan lebih dahulu. Untuk memudahkan penjelasan, maka diberikan ilustrasi dengan menggunakan angka pada paradoks ini.
Bayangkan: Achilles berlari dengan kecepatan 1 meter per detik, sedangkan kura-kura selalu berjalan dengan kecepatan setengahnya, ½ meter per detik, namun kura-kura mengawali perlombaan dari ½ jarak yang akan ditempuh (misal: jarak tempuh perlombaan 2 km, maka titik awal/start kura-kura berada pada posisi 1 km, sedang Archilles pada titik 0 km). Kura-kura berjalan begitu Achilles mencapai tempatnya. Begitu Achilles mencapai posisi 1 km, kura-kura berada pada posisi 1,5 km; Achilles mencapai posisi 1,5 km, kura-kura mencapai posisi 1,75; Achilles mencapai posisi 1,75 km, kura-kura mencapai posisi 1,875 km. Pertanyaannya adalah kapan Achilles dapat menyusul kura-kura?.

    c.    Anak panah
Anak panah bergerak (karena dilepaskan dari busur) pada waktu tertentu, diam maupun tidak diam. Apabila waktu tidak dapat dibagi, panah tidak akan bergerak. Apabila waktu kemudian dibagi. Tetapi waktu juga tersusun dari setiap (satuan) saat. Jadi panah tidak dapat bergerak pada suatu saat tertentu, tidak dapat bergerak pula pada waktu. Oleh karena itu anak panah selalu diam.

    d.   Stadion
Paradoks tentang gerakan urutan orang duduk di dalam stadion. Urutan [AAAA] yang diam diperbandingkan dengan urutan bergerak pada tempat duduk stadion dari dua arah yang berlawanan, [BBBB]: urutan orang yang bergerak ke kiri dan [CCCC]: urutan orang duduk yang bergerak ke kanan.
Description: zeno-stadiumParadoks tentang stadion ini dapat digambarkan sebagai berikut:
AAAA: urutan berhenti
BBBB: urutan bergerak ke kiri
CCCC: urutan bergerak ke kanan
Semuanya bergerak dengan kecepatan tetap/sama.






Posisi Sebelum:

Urutan duduk AAAA, BBBB dan CCC terletak rapi, baris dan kolom sama. Gerakan dimulai, dengan kecepatan sama, urutan BBBB dan urutan CCCC bergerak. Urutan B paling kiri melewati 2 orang: C paling kiri dan A paling kiri. Jarak B paling kiri dengan C paling kiri adalah 2 kali jarak B paling kiri dengan A paling kiri, dengan waktu yang sama.
Zeno mempertanyakan mengapa dengan waktu yang sama dan kecepatan sama ada perbedaan jarak yang ditempuh?

4.    Pemecahan modern
Semua orang tahu bahwa dalam dunia nyata, Achilles pasti dapat menyusul kura-kura, namun dari argumen Zeno, Achilles tidak akan pernah dapat menyusul kura-kura. Para filsuf jaman itu pun tidak mampu membuktikan paradoks tersebut, walaupun mereka tahu bahwa kesimpulan akhirnya adalah salah. “Senjata” filsuf hanya logika, dan deduksi tidaklah berguna dalam kasus ini. Semua langkah tampaknya masuk akal, dan jika semua prosedur sudah dijalani, bagaimana kesimpulan yang didapat ternyata salah?
Mereka terperangah dengan problem tersebut, tetapi tidak memahami akar permasalahan: ketakterhingga (infinite). Hal ini sama dapat terjadi apabila anda membagi sebuah mata uang menjadi 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64 dan seterusnya sampai tidak terhingga tetapi hasilnya akhirnya jelas, yaitu: tetap 1 mata uang. Matematikawan modern menyebut fenomena ini dengan istilah limit; angka 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, 1/64, 1/128 dan seterusnya mendekati angka 0 sebagai titik akhir (limit).
Angka berurutan dengan pola tertentu sampai tidak mempunyai batas akhir; mereka makin kecil dan bertambah kecil sampai tidak dapat dibedakan lagi. Orang Yunani tidak mampu menangani ketakterhinggaan. Mereka berpikir keras tentang konsep kosong (void) tetapi menolak (angka) 0 sebagai angka. Hal ini pula yang membuat mereka pernah dapat menemukan kalkulus.

5.    Dua paradoks tambahan
Tidak puas dengan empat paradoks yang dilontarkan. Zeno menambahkan dua paradoks lain yang tidak kalah rumitnya.
a.      Paradoks tentang tempat
Paradoks ini cukup singkat, sehingga Zeno sulit menjelaskannya. Secara sederhanakan dapat dijelaskan sebagai berikut: keberadaan segala sesuatu benda (misal: batu) adalah suatu tempat tertentu (misal: meja), sedangkan tempat tertentu itupun (meja) memerlukan suatu tempat (misal: rumah) dan seterusnya sampai ketakterhinggaan.

b.      Paradoks tentang bulir gandum
Apabila anda menjatuhkan sebuah karung berisi gandum yang belum dikupas kulitnya akan terdengar suara keras; tetapi suara itu adalah akibat gesekan bulir-bulir gandum dalam karung; akibatnya setiap bagian dari bulir-bulir gandum menimbulkan suara saat jatuh ke tanah. Kemudian pertimbangkanlah menjatuhkan setiap bagian dari bulir gandum itu; kita semua tahu bahwa tidak ada suara yang terdengar. 

6.    Apa yang sebenarnya yang dibicarakan Zeno?
Hal yang paling dominan dalam Paradoks Zeno, yakni: gerak dan ketakhinggaan. Zeno menganggap bahwa perubahan di dunia bersifat semu. Pendapat ini, tercermin pada empat buah paradoks di atas.
Dalam paradoks pertama, Zeno menyampaikan bahwa gerak benda antara dua titik bersifat mustahil atau minimal, mengandung aspek filsafat yang misterius. Ada baiknya kalau kita simak lagi paradoksnya di bawah ini.
Description: zeno-dikotomi



 Setengah, seperempat, seperdelapan, seperenambelas…

Pada gambar di atas, terlihat banyak segmen perjalanan antara dua titik (0-100). Yang mengganggu Zeno di sini bukan geraknya, melainkan, bagaimana ketakhinggaan bisa begitu merepotkan. Pada contoh di atas Zeno mengetengahkan bahwa karena jumlah segmen yang harus ditempuh sejumlah tak hingga maka gerak dari satu tempat ke tempat lain adalah mustahil.
Maksudnya, apabila orang hendak berjalan menuju garis finis, maka lintasan jalannya dapat dibagi jadi bagian kecil-kecil. Kemudian supaya bisa lewat, maka bagian kecil-kecil itu harus dijalani satu per satu. Sedemikian hingga pada akhirnya orang sampai garis finis. Akan tetapi problemnya adalah bahwa yang kecil-kecil itu jumlahnya amat banyak sehingga Zeno mengungkapkan jumlahnya mencapai tak terhingga.
Dapatkah orang menempuh jarak kecil-kecil itu tak berhingga kali ? Jawabannya mustahil. Zeno sendiri akhirnya menilai bahwa gerak antara dua titik itu adalah semu. Biarpun di dunia nyata orang melakukannya dengan mudah, bukan tak mungkin bahwa itu sebenarnya hanya ilusi.
Hal yang sama juga berlaku di paradoks kedua “Achilles dan Kura-kura”. Lewat paradoks ini Zeno menyatakan bahwa “mustahil bagi orang yang telat balapan untuk dapat menyamai lawannya”. Sebagaimana, digambarkan Zeno bahwa Archilles tak akan mampu melewati kura-kura.
Description: achilles-vs-kura-kura 








(keterangan: t 0 melambangkan situasi pada saat pertama; t 1 melambangkan situasi pada saat kedua;dan seterusnya)

Problemnya tentu saja bahwa di dunia nyata hal itu tidak berlaku, makanya disebut paradoks. Sebagai contoh Pembalap yang start belakangan selalu bisa menyalip lawan di depannya. Walau kadang agak sulit melakukannya, tetapi bukan tidak mungkin.
Sebagaimana halnya dengan paradoks pertama, yang hendak disampaikan Zeno di sini adalah bagaimana konsep gerak jadi semu kalau dianalisis secara tak-hingga.


Sumber Rujukan
http://id.wikipedia.org/wiki/Zeno
 http://nusantara-putra.blogspot.com/2011/05/pemikiran-aristoteles.html; diakses: 3 maret 2012)
http://zenosphere.wordpress.com/2011/01/28/empat-paradoks-zeno/


No comments: